Riak-Riak Pernikahan
Tulisan ini
sejatinya sebuah perenungan untuk diriku. Tapi andai boleh berbagi aku ingin
membaginya padamu, blogku. Semoga tidak menggurui dan memberi manfaat. Mari
berdialektika..
Menikah. Satu kata
yang tentu bertujuan untuk bahagia. Tetapi secara implementasi ada beberapa
orang yang menikah karena faktor lain, misal sudah lama pacaran, disuruh
menikah segera oleh orang tua, usia yang tak lagi muda, tuntutan masyarakat,
ingin seperti teman-teman bahkan karena gengsi. Sebenarnya tidak selalu salah,
toh semua tidak menjamin membawa pernikahan yang bahagia. Akan lebih indah,
jika menikah itu karena memang kita telah siap dan yang penting lagi mau
berproses menuju kebahagian. Lagi-lagi “proses” tentu proses ini tak ada
ujungnya sampai ajal menjemput. Kita bersama pasangan harus mau dan sanggup
berproses, tumbuh, belajar dan menua bersama dengan kebahagiaan hakiki.
Semua yang menikah
pasti senang jika bisa mencapai dan menikmati pernikahan yang diimpikan. Namun
apakah mereka mau menikmati prosesnya? Kita harus mau memanfaatkan momentum
untuk meningkatkan kualitas hubungan, membaca situasi dan tanggap, jangan sibuk
dengan pikiran sendiri, menempatkan diri dan perasaan pasangan sehingga kita
tahu tidak hanya berasumsi, berpikir, dan bertindak seperti yang kita pikirkan sendiri. Kita
harus menghidupkan suasana, be creative,
smilling heart, senyum sepanjang masa..hehheh, jika senang tunjukkan, jika
semangat tularkan, tunjukan apresiasi misal dengan memuji pasangan dan jauhkan
aliran kebatinan yang diam saja alias membatin.. hehheh, mensyukuri hal sekecil
apapun dari pasangan. Hindarkan kalimat “kan sudah seharusnya dia melakukan
itu”, cari timing yang tepat untuk
mengatakan dan melakukan apapun.
Ketika sudah
menikah. Apa bekalmu?hartakah?lama pacarankah?ilmu agamakah? Sudahkah sesuai
dengan tujuan awal pernikahan? Ya, begitu penting tujuan. Jika kita tak punya
tujuan menjadi tidak penting dimana kita akan tiba. Tujuan menikah salah
satunya untuk membentuk keluarga sakinah,
mawadah, warohmah. Sakinah berarti
kedamaian dan aman, hal ini akan mempunyai tantangan jika pasangan atau kita
mempunyai trauma atau luka masa kecil, perlu dukungan dari pasangan dan diri. Mawaddah artinya gairah, hasrat yang
menggelora, perasaan melayang atau klepek-klepek hehhehe. Dalam hal ini
ketertarikan dengan pasangan. Jaga kecantikan/ketampanan untuk pasangan. Jaga
stamina di tempat tidur, dan berikan servis maksimal. Warahmah artinya kasih sayang dan sebuah hubungan. Rasa simpati,
empati dan kepedulian, keinginan untuk mau mengerti yang dipikirkan pasangan
dan dirasakan pasangan. Mengenai kemampuan ini tentu tidak ada di buku-buku
pelajaran.
Nah, barangkali
ungkapan ini ada dalam buku-buku psikologi “Cara kita memandang sesuatu akan
memengaruhi cara kita bersikap”. Dengan itu, kita punya strategi yang
berbeda-beda dalam membangun bahtera pernikahan. Ada yang memilih untuk
mengalir seperti air, ada yang berpendapat “menikah aja, nggak usah njelimet
begitu. Menikah kan sunah nabi, ya sudah dijalani aja. Orang tua kita juga menikah
nggak pakai repot gitu, toh mereka oke-oke aja sampai sekarang”. Tapi apakah di
antara perjalanan pernikahan selalu datar. Jika ya, beruntunglah...Banyak yang
justru menemukan riak-riak bahkan seram dan curam. Jika ada pertanyaan,
bagaimana hubunganmu? Kemudian dijawaban dengan”baik-baik saja”. Bagaimana
dengan pasanganmu? Apakah akan menjawab dengan “baik-baik saja”?. Aku mencoba
berdialektika. Parameter apa yang dipakai untuk menilai, hingga aku dengan mantap mengatakan “baik-baik
saja”? Apa yang kurasakan ini sama dengan yang dirasakan pasangan?Atau hanya
sekadar bertahan saja dalam pernikahan?Masih gregetkah pernikahanku?Adakah
kebutuhanku dan kebutuhan pasangan yang belum terpenuhi? Apakah aku sudah tahu
kebutuhan masing-masing? Dan masih banyak pertanyaan lain...yang pantas aku dan kamu pahami.
Dulu aku pernah
menuliskan tentang manajemen pohon pisang, begitulah dalam rumah tangga,
berilah yang terbaik, tanamkanlah yang baik. Ambil keputusan untuk terus
memberi, dan terus memberi dengan pengetahuan yang tepat dan setelah itu barulah
berharap dan memetik hasilnya.Jangan sampai seperti berdagang, ada uang Abang
kusayang tak da uang Abang kutendang. Konsep itu sepertinya tidak cocok ku. Berilah
waktu untuk sesuatu yang sudah kita tanam. Tidak ada yang sia-sia dari
perbuatan baik yang kita lakukan. Karena Allah tidak tidur. Yakinlah Allah akan
memberi yang terbaik. Tapi hati-hati jangan selalu membawa nama Tuhan untuk
mencari pembenaran, mencari justifikasi untuk memuaskan ego kita. Ikuti
sunatullah dan dapatkan hasil yang baik.
Kita harus mau
sakit dahulu, membuang sedikit ego yang kita miliki untuk mendapatkan
kesenangan. Seperti yang kusampaikan sebelumnya, berikan pelayanan yang
maksimal untuk pasangan salah satunya dengan memiliki sikap dan energi yang
setidaknya sama seperti yang kuberikan saat bekerja. Jika di kantor bisa total
tentu di rumah bisa juga total.Kita harus memiliki toleransi, lebih mau
mendengar, punya keinginan yang besar untuk mencari solusi, memiliki target
bersama untuk konsep bahagia.
Setelah berproses
jangan lelah untuk berproses. Masih ada ruang untuk terus berproses dan tumbuh
untuk melakukan yang terbaik. Menurutku yang bahaya adalah ketika kamu tidak
menyadari sejatinya hubungan rumah tanggamu berada di ujung tanduk. Maka
segeralah berintrospeksi diri sebelum semuanya hancur. Jangan sudah mengalami
hubungan yang kurang baik dengan pasangan, komunikasi yang memburuk,
pertengkaran, atau sudah di ambang kehancuran baru konsultasi dengan orang
lain. Menurutku, tidak masalah menceritakan rumah tangga kepada orang lain yang
tentunya bisa memberi solusi, menjaga amanah, dan tidak merendahkan/menjelekkan pasangan. Hal
ini bertujuan untuk berproses menjadi lebih baik asal dengan cara-cara syar’i.
Seperti tadi
kukatakan bahwa jangan merendahkan/menjelekkan pasangan karena kita memiliki
peran dalam menciptakan masalah yang timbul dengan pasangan, sehingga kamu harus bisa bisa lebih dari sekadar
menjadi orang baik. Hati-hati juga dengan pihak ketiga. Pihak ketiga itu adalah
akibat bukan sebab. Dia yang selingkuh karena dia tidak mendapat yang dia
inginkan di rumah dari pasangan. Selain itu, cekcok boleh tetapi jangan terlalu
sering dan jangan pula melakukan aksi pembiaran terhadap penyimpangan. Jika
pasangan kita juga merasa sebagai korban lantas siapa yang akan menyelamatkan
pernikahan?. Tanamkan pada diri untuk
terus bertanggung jawab terhadap pilihan kita, jangan menyesal atau merasa
salah pilih pasangan tetapi ciptakan agar pasangan kita adalah menjadi soulmate kita.Kita harus memiliki mental
bertahan hidup dalam kondisi gawat sekalipun dan jangan hanya memuaskan ego
kita. Anggaplah kata cerai itu
sebagai pelarian diri sehingga tidak akan mungkin kita ambil,
Naudzubillahimindzalik.
Kita tidak usah
takut berubah. Berubah yang menjadi lebih baik itu jauh lebih baik. Berubah itu
tetap menjadi diri sendiri bukan orang lain. Kita lebih memilih berubah
daripada dipaksa berubah oleh keadaan, itu jauh lebih menyakitkan. Jangan
sampai kita mempertahankan status pernikahan tanpa adanya hubungan atau hanya
hubungan hambar. Anggaplah pernikahan itu selalu layak untuk diperjuangkan.
Boleh saja mempertahankan pernikahan demi anak, tetapi yang terpenting
menurutku, selamatkan diri sendiri baru kita bisa menyelamatkan anak kita,
seperti petunjuk ketika kita naik pesawat. Kita akan membantu pasangan untuk
tumbuh dan kita kan memberi contoh kepada anak bagaimana berjuang untuk
memperbaiki diri, mengajak pasangan untuk bersama-sama menjadi orang tua
terbaik untuk anak.
“Jangan
terburu-buru memulai hubungan yang baru”, begitulah nasihat kakakku yang lebih
mahir soal berhubungan dengan lawan jenis. Dan nasihat itu aku selalu ingat.
Jangan sampai kita mengulang masalah yang sama dengan orang yang beda. Bisa
jadi sikap atau perangai kita yang harus kita ubah. Perbaiki hubungan dengan
orang tua. Lihatlah sekeliling kita, anak yang hubungan dengan orang tua
harmonis cenderung ketika membina rumah tangga juga harmonis. Bisa jadi secara
tidak langsung orang tua memberi contoh kurang baik kepada anak ketika sedang
bertengkar atau sejenisnya. Si anak merekam di bawah sadar dan dia tanpa
sengaja mengulangi kesalahan itu pada pasangannya. Itu seperti pewarisan sikap.
Pola pengasuhan anak sangatlah penting dan berdampak pada ketika anak kelak
membina rumah tangga. Tak heran ketika orang Jawa sangat teliti ketika
menikahkan orang lain untuk anaknya. Dia harus dilihat dari bibit, bebet dan
bobot. Meskipun tidak selalu benar tetapi paling tidak mereka berusaha agar
pernikahan anak-anak mereka langgeng. Mereka menganggap dengan 3B dapat meminimalisasi
angka perceraian. Menurutku sah-sah saja, tentu etnis lain punya cara khusus
yang lain dan tidak salahnya kita hormati pula. Toh, muaranya bertujuan baik.
Cara lain
memperbaiki rumah tangga yaitu dengan memperbaiki hubungan dengan orang
tua.Tengoklah, orang-orang di sekitar kita, orang yang hubungan dengan orang
tua cenderung hubungan rumah tangganya baik. Jika masih menemui masalah,
yakinlah kita tidak pernah sendiri masih ada Allah yang maha kasih.
Guruku pernah
berkata bahwa jika ingin sukses di
bidang apapun kita membutuhkan knowledge
dan skill, termasuk juga dalam
kehidupan pernikahan. Jadi, wajar jika pemerintah menganjurkan nikah tidak
terlalu muda karena dikhawatirkan jika pernikahan terlalu muda maka knowledge dan skill mereka masih terbatas. Selain tentu karena faktor kesehatan
dll.
Setelah menikah,
tentu banyak perubahan terjadi. Tanamkan pada diri sendiri bahwa kita menikah
dengan manusia yang punya kelemahan dan kelebihan dan kita harus siap menerima
segala lebih dan kurang dari pasangan kita. Boleh kita berdalih “terima aku apa
adanya” tetapi bukan berarti setelah itu berhenti berproses. Ciptakan rasa
nyaman dan kepercayaan, dan setelah itu install
terus dua rasa itu serta pastikah dua rasa itu ada dalam pernikahan kita.
Seseorang akan terus mempertahankn sebuah hubungan, jika dia merasa nyaman.
Sementara kepercayaan itu harus diperjuangkan bukan sekadar menuntut. Posisikan
diri kita sebagai patner, istri/suami, sahabat, ibu/ayah, dan kekasih. Jadi,
sangat dianjurkan untuk melakukan kencan meskipun usia pernikahan sudah bukan
pengantin baru.
Ada sebuah istilah,
kenali drimu maka kau akan kenal pasanganmu. Yuk, kenali diri. Misal ketika
kita jatuh dan menolak untuk bangkit mungkin kita termasuk tipe yang menikmati
penderitaan. Seperti wabah galau di negeri ini, menjangkit seluruh lapisan dan
sepertinya mereka menikmati. Naudzubillah. Tidak bijak rasanya kalau kita
menuntut pasangan seperti kita karena laki-laki dan perempuan berbeda. Namun
ada kesamaan dari keduanya adalah pada dasarnya semua orang ingin dimengerti.Cintailah
pasangan kita, buat pasangan kita tertawa. Aku tahu, suamiku bukanlah pelawak,
tapi ketika dia melawak, meski tak lucu, aq berusaha tertawa sebagai wujud
apresiasi atas usahanya. Dan, ternyata itupun berbanding lurus. Aku bukanlah
koki namun ketika aku memasakkan untuknya, dia selalu memujiku...hehhe ya
memang masakanku uenak...aku bukan tak bisa masak tetapi lebih pada
pemalas.hehhe.
Ketika pasangan
sibuk dengan tugas kantor hingga harus kerja estra, segera ambil tanggung
jawabnya, sebisa dan semampu kita. Pernah suatu kali aku dapat pekerjaan dari
wamen yang mengharuskan aku kerja ekstra tambahan waktu, suamiku mengambil
tanggung jawab bersih-bersih rumah, bahkan memasakan air untukku. Seperti apa
yang kulakukan untuknya. Begitu juga sebaliknya, menuang galon pada aqua,
mencuci motor kadang kulakukan jika kulihat suamiku sibuk. Bangun track
record yang baik untuk pasangan. Itu salah satu kuncinya.
Ketika sudah
menikah tentu kita punya keluarga baru dari pasangan kita, anggaplah mereka
adalah keluarga kita, Insya Allah tidak akan ada lagi mertua vs menantu. Bangun
komunikasi seperti kita berkomunikasi dengan keluarga sendiri. Komunikasi yang
baik misalnya dapat dilakukan dengan menjadi pendengar yang baik, jangan
berasumsi atau berprasangka buruk,dan hati-hati dengan intonasi seperti aku
yang keluarga pasanganku yang beretnis batak yang nadanya cenderung tinggi.
Selain itu, gunakan waktu yang tepat, perhatiakan bahasa tubuh pasangan kita,
aktifkan radar artinya membaca sesuatu yang tersirat, serta jadilah penuntun
bukan penuntut. Hindarkan membantin saja atua sibuk dengan pikiran sendiri dan
bicaralah dengan matamu.
Jika dalam
perusahaan ada SOP buatlah SOP untuk keluargamu.Ciptakan momen yang spesial,
jangan kacaukan momen saat dengannya
oleh egoisme atau oleh kemarahan kita. Seringlah merenung atas apa yang
kita lakukan untuk pasangan dan berbagilah pengalaman dengan orang yang kita
percayai. Mungin kita akan mendapatkan inspirasi, jalan keluar atau motivasi.
Tugas kita adalah
melakukan yang terbaik. Serahkan hasil akhir kepada Allah.
Sawangan, 17 April 2013
For suamiku, terimakasih sayang,
semoga kita senantiasa bisa bahagia
dan membahagiakan
semoga kita bisa surga dan
mensurgakan
wah so bagus amat ceritanya hehehe
BalasHapusmampir ya sis.
http://www.bronis.us/2013/08/pernikahan-unik.html
terima kasih..iya aq sudah lihat pernikahan unik di blog kamu...kreatif
BalasHapus