Kaitan Historis
Barang kali aku bukan tipe
orang yang konsisten mengikuti kompetisi atau sinetron di televisi. Emh, serial
televisi yang terakhir kuikuti ya bibi Lung atau Yoko, Return of The Condor Heroes. Menginspirasi banget buat ga takut menjalin hubungan dengan brondong.hahaha.
Kompetesi yang sesekali, kategori agak sering kutonton adalah pildacil karena
ada cerita di balik itu. Jadi salah satu kontestan bernama Nano mempunyai
kaitan historis denganku. Ibunya Nano orang Kebumen dan ayahnya orang Papua,
seorang mualaf. Ayahnya punya pondok pesantren di Sorong. Kebetulan seseorang,
sebut saja A pernah memperkenalkan aku dengannya. A sudah kuanggap sebagai
adik, heheheh, klo dia anggap lain, bukan
salah gue. Dia dulu bersekolah di SMAN 1 Kebumen dan mondok di ponpes Al Huda
Kebumen, kemudian melanjutkan kuliah di dua tempat di Sorong. Keakraban kami
berawal ketika dia minta bantuan untuk mencarikan beberapa buku kuliah.
Mengingat di Sorong, mencari buku merupakan hal yang sulit dan mahal.
Alhamdulillah, buku yang dibutuhkan bisa kutemukan semua. Mungkin memang untuk
mencari buku di Jogja merupakan keahlianku, setidaknya aku telaten mencari buku
dari toko ke toko.hehehe. Setelah kubaca sekilas buku yang kucari adalah buku2
yang berat. Buku-buku yang berat dalam artian berat
dibawa karena tebal dan berat juga substansinya. Dahsyat ni bocah, kuliah di perguruan
tinggi di dua tempat, mengambil 2 jurusan, bahasa Inggris dan Tafsir Hadist.
Selain itu, kuliah dibiayai sendiri, dari gajinya mengajar di pondok pesantren
Nurul Yakin Sorong. Dari awal aku memang sudah melihat bakat pandai didirinya,
yaitu ketika dia berhasil menjadi juara debat bahasa Inggris sewaktu SMA.
Sekarang, hidupku lebih santai,
lebih banyak waktu luang, masih punya waktu untuk menonton televisi dan
berhahahihi. Dan aku mulai menikmati menonton salah satu kompetisi yaitu
Indonesian Idol. Melihat audisi yang lucu2, ada yg bagus ada yg engga malah
jadi kesannya nglucu. Dan agak terbelalak
ketika ada salah satu kontestan yang berasal dari Kebumen, namanya
Pratyodda. Suaranya keren, bagus dan rocker banget. Dia orang Prumpung. Aku
juga tidak tahu daerah itu, tapi kata temen2 di bbm, letak prumpung yaitu dari
alun2 Kebumen ke utara, tepatnya utara DPU Kebumen. Inilah yang kupikir kaitan
historis, sama2 orang Kebumen sehingga merasa bangga, ada kontestan yang
mengharumkan nama daerah. Di BBM sampai membuat group pendukung Yoda, nama
panggilan pratyodda. Lucunya, semua membersnya tidak ada yang kukenal. Jadi,
kita berkomunikasi hanya menyangkut yoda atau penampilannya. Kemudian
pertanyaan selanjutnya, koq bisa terhubung dengan grup itu. Buatku itu tidak
masalah, bukankah kita punya satu kesamaan, yaitu sama2 orang kebumen.
Kesamaan historis kadang
membawa keuntungan secara tidak langsung. Seperti contohnya, ada warung dekat
rumah dan setelah dirunut ternyata mereka (suami-istri) orang kedungpuji yang
masih masuk kebumen. Setiap aku berbelanja ke sana, si Ibu selalu menggunakan
bahasa Jawa karena sudah hafal denganku. Masih di dekat rumah, ada bengkel dan
setelah iseng2 ngobrol ternyata bapak itu berasal dari prembun dan masih
wilayah kebumen. Merasa dunia sempit sekali, jauh2 merantau ketemu orang
Kebumen juga.
Pengalaman berikutnya yang
berhubungan dengan kaitan historis adalah ketika aku berkunjung ke pameran fesyen dan souvenir di Smesco.
Awalnya berniat melihat2 saja, kemudian aku teringat salah satu saudara pernah
menitip untuk membeli bros perak di Jogja. Akan tetapi, karena aku belum ada
waktu luang, jadi belum kutunaikan. Ketika, iseng2 kutanya harga, sedikit tawar
menawar dan sudah kusepakati harga. Belum langsung kubayar, aku meminta kartu
nama dan menanyakan alamat. Iseng2 aku menyebut Tom Silver dan Ansor Silver. Dan
tak terduga ternyata dia berkolega erat dengan keduanya. Kebetulan anak dari
orang yang punya tom silver diajar les olehku. Alhasil, dulu tiap minggu aku
pergi ke rumahnya. Sedangkan Ansor silver karena anaknya temanku. Dulu aku
membeli perak dengan diskon darinya. Sayang sekarang dia sudah tidak lagi di
Jogja tetapi membuka cabang di Bali.
Entah mengapa, tanpa kuminta
saat membayar si ibu itu mengembalikan uang lebih dari harga. Ketika kutanya,
katanya “Sama saudara ada diskonnya mbak”. Alhamdulillah, ini namanya rezeki,
baru niat membelikan saudara bros, eh dimudahkan. Memang sudah berulang kali terjadi
bahwa niat baik seringkali dimudahkan dan dilancarkan dalam realisasinya.
Gatot
Subroto, 14 April 2012
Komentar
Posting Komentar