Ayah, yang Membimbingku Dengan Tak Pernah Lelah (2)
Hari-hari
berat kulalui, laiknya seperti bujang, masak sendiri dan mengatur kebutuhan
sendiri. Tiap sudut rumah ini mengingatkanku pada almarhum istriku. Kuputuskan untuk menghilangkan sedikit
kenangan tentangnya. Bukan karena aku tak cinta tapi aku merasa berat dan sedih
ketika selalu mengingatnya. Langkah awal kukumpulkan foto-foto kami, melepaskan
setiap foto kami dari pajangan, menyimpannya dengan rapi dalam sebuah kotak.
Setelah itu, aku dibantu adikku, adik bungsu dari istriku, mengumpulkan baju-baju
istriku. Kuputuskan untuk memberikan pada orang yang membutuhkan. Aku ingin
memulai hidup baru tanpa mengingat lagi tentang istriku.
Di
tempatku bekerja, atasaku mempunyai adik yang belum menikah. Dia dari etnis
betawi, lahir dan besar di Jakarta. Aku sama sekali tak menyukainya, bayangan
istriku tak jua bisa lekang dari fikir dan ingatanku. Lagipula, apakah calon
istriku kelak mampu menerima kedua putri-putri kecilku?
Sampai
suatu saat, berita ini terdengar oleh ibuku. Dia menyarankan untuk menerima
tawaran atasanku untuk meminang adiknya.
Ibu berpendapat bahwa laki-laki butuh pendamping, lagipula aku duda karena
ditinggal meninggal. Itu artinya sudah kehendak Allah, bukan karena kesalahan
manusia. Selain itu, anak-anak masih kecil dan butuh sosok seorang ibu. Kurang
baik jika anak tumbuh tanpa salah satu figure orang tua khususnya ibu.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya
kuputuskan untuk meminang adik atasanku. Kini disampingku sudah ada pendamping.
Usianya jauh lebih tua dariku, dia menerima kondisi keluargaku yang berasal
dari pedesaan. Pola hidup yang sederhana, dengan hamparan padi yang luas, dan
banyak pepohonan. Jauh dari kondisi
tempat asalnya, ibukota Jakarta yang ramai, gedung-gedung tinggi dan hiburan
yang lengkap. Kerendahan hatinya untuk menerima kondisiku dan lingkunganku
membuatku trenyuh. Aku berusaha mengajarkan tentang bahasa Jawa dan adat
istiadatnya. Meskipun hingga saat ini dia tak jua bisa berbahasa
Indonesia.heheheh.
Dia ibu
rumah tangga, pendidikannya tak setinggi almarhumah istriku. Kelebihannya dia pandai
bersih-bersih rumah dan masakannya enak. Setelah menikah dengannya berat
badanku naik dan membuat badanku jadi tambun.Tak berapa lama, dia hamil. Entah
karena kondisinya yang kurang fit, dia keguguran. Kami kehilangan calon bayi
kami. Setelah sudah pulih, dia berkeinginan untuk hamil kembali. Kami pun mulai
memprogram. Akan tetapi, mengingat usianya yang mulai beresiko dan dia pernah
keguguran, dokter menyarankan untuk tidak memprogram hamil. Aku menyarankan hal
yang sama, lagipula kami telah mempunyai dua anak perempuan yang lucu. Istriku
tetap bersikeras, karena dia berpendapat wanita belum sempurna jika belum
mempunyai anak. Lagipula anak yang kelak menjadi generasi penerus.
Doanya
terkabul, dia hamil. Setelah beberapa bulan, tak sengaja dia terpeleset. Alhamdulillah
kandungannya bisa terselamatkan. Anak ketiga kami lahir 7 September 1989
berjenis kelamin perempuan. Dia bermata sipit dan berambut ikal. Kuberi nama I
yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya contoh yang baik.
Keluarga
kami sangatlah lengkap mempunyai 3 anak perempuan yang masing-masing punya
karakter berbeda. G ketika usia SD mulai tinggal denganku meskipun masih
bolak-balik ke rumah neneknya, mertuaku. G ini sangat susah sekali makan. Dia
bahkan sangat sedih jika disuruh makan nasi. Dia suka dengan buah. Jika mbah
kakung yang berjualan minyak sering ketika pulang tak lupa membeli buah-buahan.
Satu keranjang bisa dimakan sendiri oleh G. Mbah kakung dan putri sangat sayang
dengan G yang merupakan cucu pertama dan paling dekat secara jarak. Apapun
permintaan G selalu dituruti, itulah yang membuat G manja. Ada sebuah cerita.
Suatu ketika G iyang masih kecil kut mbah kakung ke pasar, mbah sudah membelikan
rambutan sekeranjang. G bonceng di sepeda sambil makan buah rambutan. Ketika
melewati sebuah warung, dia melihat patung kambing. Rupanya hal itu membuat G
tertarik. Patung kambing berada di depan kios sate kambing di barat pasar
Karanganyar utara rel kereta. Ya terang saja patung itu tidak dijual karena
merupakan ikon warung sate kambing. Rupanya hal itu tidak dipahami oleh G. G
terus meminta dan merengek. Tangannya mencengkeram baju mbah kakung. Sampai
rumah, mbah putri terheran-heran melihat baju mbah kakung compang-camping
akibat perbuatan G. Setelah mengempeng pada mbah putri, G pun tertidur
pulas.hahhah, aneh.
H dan adiknya |
Lain lagi
dengan H, H tumbuh menjadi anak yang lucu, aktif dan cerdas mirip sekali dengan
almarhumah. Bahkan semakin besar, wajahnya semakin mirip, seperti foto kopian dari
almarhumah ibunya. Dokter/ahli medis dekat sekali dengah H. H mudah sakit.
Ketika anak-anak lain asyik bermain hujan-hujanan, H lebih suka melihat.
Walaupun aku tahu bahwa dia pun ingin bergabung dengan teman-temannya. G sudah
paham bahwa dia mudah sakit. Dia pun punya ketakutan untuk sakit. Dia lebih
memilih untuk menjaga kesehatan, menghindari hal-hal yang menimbulkan dia sakit
misalnya seperti hujan-hujanan dan main air. Jika dia sakit, lebih parah karena
kakakku (budenya) tidak akan mengizinkan dia keluar rumah, hanya boleh main di
rumah dan dia lebih menyiksanya. Dalam perkembangannya, G cenderung
individualis, tidak suka bermain berkelompok dengan teman-teman lain. Kalaupun
dia ikut hanya melihat saja. Berbeda 180 derajat dengan kakaknya G. G terbiasa
menjadi leader dalam tiap permainan. Dia mempunyai kemampuan mengatur,
mempengaruhi dan bersosialisasi dengan teman-teman.
H saat TK |
H saat TK |
Dalam
usia 3,5 tahun G sudah bisa membaca dan menulis tulisan yang sederhana, misal
nama diri, keluarga dan nama-nama buah dan lain-lain.Usia 4 tahun, belum
seharusnya masuk SD tetapi karena H sudah mampu akhirnya kepala sekolah
mengizinkan. Di sisi lain, H tumbuh menjadi sosok yang pemurung, tak telalu
suka dengan permainan anak-anak dan tidak suka bergaul dengan teman sebayanya.
Dia lebih suka pergi bersama mas sepupu (anak bungsu kakakku, budhenya).
Mbok
jamu, tiwi studio, pramuka, disko, rebutan mas
Aku
merasa H harus diubah pola pikirnya. Belakangan aku tahu H berbakat sekali
dalam seni. Dia luwes menari, pandai menyanyi, dan berani tampil di muka umum.
Dia meminta untuk ikut sanggar tari.
Semenjak saat itu, dia mulai pandai bergaul, teman H mulai banyak. H mulai
pandai bergaul, ramah dan mengayomi. Di SD dia selalu mendapat peringkat 1,
menjadi ketua kelas, atau kalaupun tidak, dia menjadi wakil ketua kelas,
bendahara atau sekretaris. Intinya dia selalu menjabat tugas. Tulisannya bagus,
dia sering disuruh guru untuk menulis di papan tulis sebagai sekretaris. Dia sering dikirim dalam perlombaan di
tingkat kecamatan hingga kabupaten. Ketika ada dokter kecil dia juga memperoleh
juara 3, mengikuti pramuka dikirim dalam pesta siaga dan penggalang, mengikuti
porseni menarikan lagu wajib, tari lawet hingga kabupaten. Ketika usia SD,
dia pandai, aktif, sibuk dan pandai bergaul.
Puasa senin kamis juga mulai rutin dilakukan sejak kelas 4 SD, sholat tahajud
juga mulai dilakukan. Aku bangga padanya. Setelah sholah tahajud, dia tidak
tidur kembali tetapi belajar hingga adzan subhuh. Setelah sholat subhuh baru
kemudian dia mandi. Ketika waktu ujian tiba, dia hanya belajar seperti biasa.
Hal ini tak luput dari pendidikan disiplin yang masku berikan. Setelah isya,
semua anak-anak dilarang menonton tv, tetapi diwajibkan untuk belajar.
Anak-anaknya tidak ada yang berani membantah, langsungseperti biasa langsung
masuk kamar dan belajar. Anaknya yang
sering membantah ya H, dia ingin menonton Yoko dengan judul return of the condor heroes, tidak ada
alasan, masku langsung marah dan saat itu H tidak berani lagi melawan
kata-kata masku.
Ayunan di Gua Jatijajar |
Borobudur bersama Pak De |
Gua Landak Watugrowong |
Ketika
SMP, kakaknya G tidak terlalu pandai, rata-rata siswa. Tetapi dia tumbuh
menjadi gadis yang cantik. Tak heran dia menjadi popular. Banyak teman
laki-laki menyukainya. Hal itu membuatnya tidak nyaman dan berusaha untuk
menghindar. G lebih berbakat dalam olahraga, hampir seluruh jenis olahraga dia
bisa dan pramuka. Dia bahkan pernah tergabung dalam tim basket berjuang
mewakili SMP dan SMAnya. Dia pernah menang dalam lomba lari tingkat kabupaten
mengalahkan dari sekolah lain. Untuk tampil di muka umum, dia tak seberani
adiknya. Di usia SMP, dia bisa mengendarai sepeda motor dari motor kopling,
motor bebek hingga vespa. Di bidang pramuka, dia terkenal pemberani melewati
segala medan. Dari tidur di kuburan, susur gua dan hal-hal lain. Dia juga
disiplin dan tegas, kl junior bilang kakak dewan yang galak tapi cantik. Sampai
kuliah, G tetap jadi gadis popular dan disukai banyak laki-laki. Permasalahan
hidupnya ya berhubungan dengan laki-laki.
H di Boyolali |
Si Kakak |
Lebaran |
H cenderung
tidak punya masalah. Di SMP H
melanjutkan dengan mengambil ekskul tari dan masih mengikuti perlombaaan
mewakili SMP di Kabupaten. H cenderung bergaul dengan cewe dan cowo terutama cowo2
yang tergabung dalam tari dari sekolah lain. Ketika SMA, H menginginkan sekolah
di Kbumn bersama sahabatnya Wulan. Tetapi aku melarangnya karena semakin jauh
semakin sulit diawasi. Aku sayang padanya, dan khawatir dan aku sadar hal ini
tidak bisa jadi alasan. H tidak pernah mau bersekolah yang sama dengan kakaknya
karena dia tidak sepopuler kakaknya. Tentu dia akan berada di bayang-bayang
nama besar kakaknya. Dia tidak mau.
Ketika
SMA, aku mulai sadari bahwa H lebih cenderung pendiam, tidak menampilkan
potensi diri, dan cenderung lebih suka menyendiri membaca di perpustakaan. Aku
tahu mungkin sebenarnya dia tidak nyaman berada di SMA yang aku pilihkan. Aku
tahu dia menyukai tantangan, dan SMAnya kurang memberi tantangan baginya.
Akhirnya dia cenderung tidak menampilkan potensinya. Aku sadar dan sedih
membuatnya tak nyaman. Menjelang kelas 3, dia memintaku untuk mengikuti
bimbingan belajar. Aku pun menuruti. Ketika dia meminta izin untuk bimbingan
belajar intensif di Yogyakarta, aku tidak mengizinkan, aku benar2 khawatir, aku
tidak mau kehilangan wanita lagi dalam hidupku.
Dia
mengabarkan mendapatkan PMDK di universitas sudirman, tidak menggunakan tes
tetapi dengan nilai rapot dan tidak membayar sepeserpun. Aku tahu dia ingin ke UGM. Tetapi kata
orang-orang masuk UGM sulit dan biayanya mahal. Aku takut dia kecewa. Dia
meminta izin untuk mendaftar di UGM tetapi aku tidak mengizinkan dengan alasan
pilih saja yang dekat di Unsoed, lagipula sudah jelas diterima.
Dia minta
izin bersama kakaknya ke Yogyakarta dengan alasan main. Aku izinkan. Tetapi tanpa
sepengetahuanku, rupanya H mengikuti tes masuk UGM. Setelah pengumuman dia
dinyatakan diterima dan menyampaikan dengan sangat hati-hati padaku. Melihat
kesungguhan dan usaha dia, aku trenyuh, dia sama sekali tak minta uang
sepeserpun padaku. Tetapi mbobok celengan untuk mendapatkan uang membeli
formulir dan keperluan hidup selama di Yogyakarta. Setelah mencari info,
pilihan di Unsoed dicancel dan diurus oleh sekolah sehingga tahun depan tidak
di backlist.
H anak
yang pandai, bakatnya kembali muncul. IPKnya selalu cumloude. Dia aktif di
organisasi kemahasiswaan dan badan semiotonom. Kupikir kata-katanya yang isapan
jempol, atau hanya idealitas mahasiswa. Rupanya ia laksanakan. Dia mendapat
beasiswa. Terkadang aku bingung bagaimana dia mengatur uang. Tiap kali kutanya,
“Uangnya masih de?”. Dia selalu menjawab masih. Berbeda dengan kedua anak
perempuan lain. Pernah suatu saat ada hal yang tidak kusukai darinya. Tanpa
izin dariku, dia mengikuti aksi demo kenaikan BBM hingga masuk surat kabar
termuka di Yogyakarta. Untungnya dia memakai penutup muka/slayer dan jaket
almamater, selain itu surat kabar itu gambar hitam putih sehingga kalau tak
seksama tidak akan terlihat bahwa dia anakku. Tetapi sebagai seorang ayah tentu
aku mengenali wajahnya. Dia seakan berlebih energi. Berita itu disampaikan
secara tidak langsung oleh kakakya G, anak pertamaku. Itupun aku harus ekstra
kerja keras mengorek informasi dari kakaknya. Dua kakak beradik itu saling
kompak, saling menutupi jika ada hal yang tidak berkenan di hatiku. Walau aku
tahu G lebih keras mendidik adiknya daripada aku. Dia sangat melindungi
adiknya. Berbeda dengan adiknya H, anak keduaku, dia anak yang kritis cenderung
pembangkang. Tetapi sejauh masih positif aku rasa tidak masalah. G juga legawa
jika ternyata pendapat adik benar. Memang, pendapat adik yang nyeleneh banyak
benarnya.
G
berhasil lulus dengan gelar Sarjana Ekonomi. Dia mengidolakan aku. Dia menyukai
dunia perbankan. Dari kecil bakatnya sudah terlihat. Ketika main monopoli, dia
lebih suka menjadi bank. Atau ketika berjualan, dia lebih suka menjadi penjual
atau pura-pura menjadi kasir. Dia berusaha mencari pekerjaan layaknya lulusan
Sarjana.
PR besar
keluarga kami adalah anak bungsuku. Dia mengalami hal yang luar biasa. Dia
mempunyai ketakutan yang tidak kami ketahui. Dia mempunyai dunia yang asyik
yang tidak kami pahami. Kami menerima dengan legowo, mungkin ini karena faktor
kehamilan pada usia beresiko. Walau tak bisa dibohongi bahwa istriku lebih
bangga jika harus mengambil rapot H. Hasil rapot H selalu tidak pernah
mengecewakan. Kalaupun ada yang tidak berkenan itu lebih pada hasil yang tetap
dengan semester sebelumnya. Kadang aku sebagai ayahnya juga menginginkan
sesekali mengambil rapot anak-anakku. Karena waktu pengambilan rapot yang
terkadang sama membuatku membagi waktu.Ada yang diambil oleh istriku, ada yang
diambil olehku. Pasti istriku lebih suka mengambil H. Sementara istriku
menyuruhku mengambil I atau G. padahal aku juga ingin sesekali mengambil rapot
H. Hal inilah yang membuat kadang aku bersilang pendapat dengan istriku.
Sampai
suatu saat, aku merasa ajalku makin dekat. Aku tak sakit tetapi aku tak tahu.
Aku begitu rindu dengan istri pertamaku. Wajah istriku yang seakan melekat pada
H, membuatku ingin berlama-lama dengannya. Aku sering mendatangi mereka ketika
tidut, membenarkan letak selimut yang berantakan, melihat muka tenang mereka.
Aku begitu rindu dengan istri pertamaku. Tapi tak kuasa kusampaikan pada
mereka. Aku tahu H merasakan hal ini, pernah suatu kali kubetulkan letak
selimutnya, kulihat air matanya berlinang meskipun matanya terpejam. Hatinya
memang halus. Di saat anak-anak lain menangis dan merengek dengan suara keras.
H lebih suka menangis dalam diam dan sembunyi-sembunyi. Dia tidak begitu mudah
marah, kalaupun ada hal yang diluar kuasa, sudah bicara tapi tak kuasa
mengubah, dia lebih suka diam.
H tampak
begitu mirip istriku, semakin dewasa, semakin cantik dan putih. Mungkin karena
sewaktu kecil masih sering bermain lari-larian di sawah panas-panas membuat
sewaktu kecil tampak tak terlalu putih.Sekarang berbeda, kedua anakku tumbuh
dengan menutup aurat tanpa aku harus bersusah payah menasihati. Subhanalloh,
mereka menutup aurat dengan kesadaran pribadi. Kebiasaan H yang berbeda dengan
kakaknya. Dia selalu tidur menggunakan selimut, entah siang atau malam selalu
menggunakan selimut. Kalau G cenderung ekspresif, kalau tak suka disampaikan. H
orangnya cuek, tidak peduli saudara makan atau tidak yang terpenting dia sudah
menyediakan makan. Sementara G lebih perhatian, menanyakan satu demi satu
anggota keluarga apakah sudah makan atau tidak.
Kali
ini H berpamitan ingin kembali ke
Yogyakarta. Memang bulan ini bulan-bulan libur semester, tetapi H menjadi
panitia penerimaan mahasiswa baru, dia sebagai pendamping. Itupun aku pahami
karena keaktifan dia dalam organisasi. Sementara, di desaku, seperti tradisi
Agustusan, ada beberapa lomba-lomba. Dahulu, sewaktu H masih SMA, dia sering
mengurusi lomba-lomba 17an karena dia aktif dalam karang taruna. Setahun dia
menjadi mahasiswa dan harus di lur kota, dia sudah memandatkan pada pengurus
yang baru tetapi sepertinya belum berjalan seperti tahun-tahun ketika anakku
ikut di dalamnya. Ketika dia menjadi bendahara dan sekretaris pada periode yang
berbeda pada karang taruna. Banyak kegiatan dan kemajuan desa yang bisa warga dan
kurasakan. Dia pribadi yang luwes, mampu menstimulasi warga untuk aktif dalam
berbagai kegiatan. Warga dari berbagai umur, anak-anak, dewasa, bapak-bapak dan
ibu-ibu. Acara rutin 17an lomba-lomba berhasil dilaksanakan dan tidak hanya
lomba untuk anak-anak tetapi juga segala umur. Di bidang keagamaan, Mushola dan
masjid saling berkoordinasi untuk mengaktifkan TPA yang diajar oleh
remaja-remaja desa yang sudah diatur, jadwal pengajian dengan sasaran bapak dan
ibu. Di bidang olahraga, desa kami berhasil mengadakan turnamen berbagai
oleharaga. Meskipun olahraga yang dominan adalah voly untuk pemuda, dari
situlah muncul atlet-atlet voly yang sering dibon oleh daerah lain. Managernya
adalah adik istriku. Di bidang pertanian dan peternakan, karang taruna berhasil
membuat kelompok tani dan kelompok ternak dalam hal ini kambing dan sapi.
Kelompok tani dan ternak juga berhasil memperoleh pinjaman dana dari
pemerintah. Meskpun daerah kami pedesaan, tetapi hampir semua jalan sudah
diaspal dan counblock, Sehingga sudah tidak ada lagi jalan rusak. Selokan juga
berhasil diperbaiki dengan dana dari masyarakat, pekerja dari masyarakat
dan untuk masyarakat. Yang bisa nyumbang
tenaga, nyumbang tenaga, yang tak punya tenaga, tapi punya uang nyumbang
uang, yang janda, tak punya suami untuk kerja bakti, nyumpang tenaga
masak. Apapun itu, bukan menjadi alasan untuk membangun bersama. Beberapa lurah
yang ditempatkan di desaku, selalu terpukau dengan sifat gotong royong desa
kami. Andai ada orang yang kena meninggal, seperti sudah otomatis, warga
berbondong-bondong, memasang tenda, menyiapkan kebutuhan tanpa harus dikomando.
Tenda , kursi, gelas, drum-drum untuk memasak air udah kami miliki sebagai
milik umum yang siap digunakan kapan saja. Dana kematian juga sudah ada
dikumpulkan dari warga. Sehingga ketika ada yang meninggal dana sudah ada.
Karena
karang taruna yang belum mengadakan lopmba-lomba, aku menyuruh H untuk
mengurungkan niatnya kembali ke yogja tetapi mengurusi acara 17an saja. Dia
menolak karena telah diberi wewenang sebagai pendamping. Hal ini bisa kupahami,
akhirnya aku pun menyetujuinya.
Sampai
suatu saat ajalku makin dekat. Aku tak ingin meninggal dalam keadaan sakit lama
dan merepotkan keluarga, itulah cita-citaku. Aku tak ingin membuat kelurgaku
sedih cukup lama. Setelah sholat asar, aku pulang. Di tengah perjalanan, aku di
tabrak bus. Aku mengalami pendarahan hebat. Aku dibawa ke rumah sakit
tempat H dilahirkan. Istriku yang sholat
di masjid disusul oleh temanku dan mengabarkan bahwa aku dirawat di rumah
sakit. Aku koma. Anak pertamaku dan istriku menemaniku.G mengabari H untuk
pulang. Aku tahu mereka mencintaiku, mereka sholat memohon yang terbaik
untukku. Kalaupun aku selamat mungkin aku akan cacat. Allah telah memberikan
yang terbaik, yaitu dengan mengambil nyawaku. Aku bangga mempunyai keluarga
yang hebat. Aku meninggal 16 Agustus 2005.
I miss u dad…
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus