Ada Cinta di Balik Prajab
Pagi itu
temanku menyampaikan bahwa beberapa teman disuruh menghubungi bapak B di
kepegawaian kantor kami. Dugaan kami benar, itu pemberitahuan tentang diklat
prajabatan. Memang, dalam gedung ini tinggal kami makhluk hawa berempat yang
belum mengikuti diklat tersebut. Kami pun mengikuti tiap instruksi yang
diberikan Pak B. Prajab diagendakan tanggal 1 Oktober-24 Oktober 2012. Ya,
hampir sebulan, dan sebelum hari itu tiba, kami harus menyelesaikan pekerjaan
yang masih jadi tanggungan kami.
Alhamdulillah,
segala tugas kantor telah tertunaikan dengan baik. Seiring datangnya tanggal 1
Oktober, saat kita harus check in di suatu asrama yang masih dalam naungan
kemendikbud. Beruntung, kami adalah satu-satunya instansi pendidikan yang paling
dekat dengan lokasi asrama. Mengingat peserta prajab berasal dari sabang sampai
ternate. Mereka selama kurang lebih 24 hari meninggalkan pekerjaan, anak,
suami/istri dan kenyamanan-kenyamanan lainnya. Alhamdulillah, aku tiap minggu
bisa pulang ke rumah, bahkan dengan uang 3 ribu naik angkot sudah sampe rumah.
Tidak ribet dan simple.
Setelah
check in, kemudian jalan-jalan keliling asrama yang sangat luas. Ada danau di
dalam asrama, gazebo dan beberapa orang yang memancing. Lingkungan asrama
sangat asri, banyak pohon-pohon besar bahkan karena lebatnya, jadi terlihat
agak angker. Apalagi sebelum ke asrama ini, kami dijejali banyak kisah yang
agak kurang bagus tentang makhluk gaib dari para pendahulu. Tapi, dengan modal
“bismillah” serasa semua menjadi mudah.
Kami,
berempat, makhluk hawa yang cantik-cantik dari tempat bekerja yang sama punya
harapan bisa satu kamar seperti orientasi yang diadakan intern kantor
sebelumnya. Tetapi, rupanya 1 kamar diisi tiga orang, sehingga kita harus
berpisah dengan K.Kami bertiga: aku, W dan N. Dan temanku yang K bersama teman
dari Padang yaitu F dan S.
Melihat
sekilas, daftar peserta prajab, yang hampir 98 persen merupakan dosen membuat
beberapa teman sekamarku kelihatan ciut. Sebenarnya, aku juga rada gitu. Tetapi
aku berusaha sedikit menyombongkan diri agar menjadi pede. Heheh. Kadang-kadang
sombong itu ternyata perlu terutama dikala sedang minder. Ah mereka dosen juga
masih golongan 3,pendidikan juga S2, sama dong sama aku, jadi kenapa harus
minder? Universitas mereka pun biasa aja. Aku kan alumnus S1 S2 di universitas
negeri ternama di kota x. Siapa sih yang ga tahu universitas X? Setidaknya
mereka tentu tahu universitas X di propinsi apa?Ya begitulah, caraku membuatku
percaya diri. Berbekal sedikit kepedean akhirnya aku bisa bergaul secara
alamiah.
Senam Pagi |
Selain
dipisahkan dengan kamar, kami berempat juga dipisahkan oleh kelas. N dan W
masuk kelas A dan aku dan K masuk kelas B. Jadi dalam satu kamar, akulah kelas
B sendiri. Rabu, 3 Oktober adalah hari ketika hampir satu kelas berkenalan
dalam materi dinamika kelompok. Sebetulnya hari-hari sebelumnya juga berkenalan
dengan beberapa orang tetapi tidak secara keseluruhan. Kemudian, diikuti denga
pemilihan pengurus kelas. Ada beberapa kandidat. Tetapi aku kurang tertarik
dengan kedua kandidat tersebut, menurutku terlalu serius. Menurutku yang
dibutuhkan oleh seorang pemimpin tidak hanya keseriusan apalagi kalau terjebak
penampilan. Aku malah menyukai orang yang bercapable namun tetap rendah hati.
Dan pilihanku jatuh pada seorang dosen yang sedang menempuh pendidikan
doktor, berambut gondrong, sudah berusia
matang namun anehnya masih single. Hheheh. Dan rupanya jejak kami diikuti oleh
rekan-rekan dari institusi lain. Jadilah, beliau menjadi ketua kelas kami,
namanya L. Selain itu, ada juga sosok bapak-bapak seksi akademik yang mengurusi
apapun yang berhubungan dengan pengumpulan makalah, nilai dan kuesioner,
namanya T. T dan L berasal dari Indonesia Timur jadi ya logatnya agak keras lucu begitu.hehhe. T ini sangat
mendominasi, dulu seperti ada kejadian L akan digulingkan, namun karena kami
orangnya tidak terlalu serius. Ternyata T tidak berniat begitu hanya mungkin
kurang sabar dengan kebijakan L yang terkesan banyak humor. Hingga akhir
prajab, aku bangga mempunyai ketua kelas dan seksi akademik seperti mereka.
Teman-teman juga merasakan hal yang aku rasakan.
Alhamdulillah
juga aku mendapatkan kelompok seminar yang kebanyakan ibu-ibu menyusui dan ibu
hamil sehingga kerja kelompok ya sebisa mereka saja. Dan, Alhamdulillah malah
bisa jadi dengan singkat, padat dan jelas. Jadi, kita tidak pernah kumpul malam
seperti beberapa kelompok lain. Kami lebih suka membagi perbab, dan kumpul di
sela-sela istirahat atau coffe break, benar-benar nyaman menjadi kelompok
mereka, tak ribet.
Kelas B
kami sangatlah kompak, segala persoalan diselesaikan bersama. Ketika seminar
kita juga tak saling menjatuhkan melainkan saling membantu. Teman yang kurang
aktif diberi kesempatan agar aktif. Ketika ada penilaian terhadap orang lain
atau rekan juga disepakati agar tidak terlalu rendah. Bahkan kelas kami bisa
menaklukkan beberapa WI/Pengajar yang konon katanya dari kelas sebelah begitu
angker ternyata di kelas kami begitu menyenangkan.
Pada
minggu pertama aku masih selalu berdua dengan K, teman sekantor/segedung. Tetapi
minggu berikutnya aku mulai memberi kesempatan padanya, agar ada orang lain
yang dekat dengannya, karena dia cerita sedang galau dengan F. Dia juga
mendapat kelompok seminar yang berbeda denganku, kelompok mereka lebih sering
kumpul. Selain itu, K lebih sering duduk di belakang, sedangkan aku ga nyaman
duduk di belakang karena tidak bisa melihat tulisan. Sewaktu prajab ini aku
juga curiga bahwa mataku minus, karena seingatku dulu aku tak ada masalah duduk
dimanapun.
Aku lebih
membaur dengan teman-teman dari instansi lain, tidak juga membuat geng2 atau
tidak dengan orang-orang itu2 saja. Aku hampir akrab ke semua orang. Interaksi
dengan teman-teman hampir 13 jam dari mulai senam pagi, makan pagi, apel, coffe
break, makan siang, coffe break sore, makan malam. Ketika gelombang berikutnya
datang dan belum lagi ditambah dengan diklat-diklat lain seperti PIM IV,III,
dan arsiparis membuat tempat makan yang bermodel prasmanan perkelas menjadi
ramai.
Aku pun
memberanikan diri untuk duduk sembarang tempat, ya memang dasarnya aku cuek,
selagi di depanku ada orang, dan tak merasa terganggu aku nyaman-nyaman aja.
Ketika di meja makan aku lebih banyak bergaul dengan bapak-bapak, karena yang
biasanya yang ibu-ibu sudah penuh dan lebih sering ngobrol sehingga waktu
banyak habis untuk makan. Kalau bapak-bapak cenderung khusyu makan, jadi cepat
selesainya.
Hari-hari
dengan rutinitas perkuliahan dan kegiatan yang tiap hari hampir sama. Ada dua
laki-laki dari universitas C agak lain padaku. Pengalaman banyak bergaul dengan
makhluk berjakun seakan meningkatkan sense of signal itu meningkat. Tetapi
hanya kusimpan dalam hati. Lagi pula bapak yang satu ini sebut saja Y sudah
menikah, tak mungkin lah akan aneh-aneh. Justru orang yang patut dicurigai
adalah mas-mas satunya lagi, sebut saja namannya B. Berbekal tegur sapa di meja
makan, membuatku sedikit demi sedikit mengenal pribadi mereka. Analisisku, di B
ini laki-laki yang polos yang jam terbang terhadap lawan jenis masih cetek,
berbeda dengan rekan nya dari universitas C. Cara B memperlakukan wanita yang
maksudnya memberi perhatian malah terlihat lebay. Si B dan rekannya ini juga
mencari informasi tentang diriku. Bahkan pencarian info tentang diriku pernah secara langsung disampaikan Y
padaku, siang itu.
“Tahu ga
mbak, diam-diam ada yang memperhatikan mbak tiwi lho” kata Y.
Aku
menjawab dengan senyuman. Dalam hatiku, ah…pasti setelahnya ada kata-kata
berikutnya. Kucoba untuk menunggu kata-kata berikutnya.
“Senyum
mbak tiwi itu tulus, tidak pura-pura, rasanya kalau di dekat mbak, rasanya
nyaman. Mbak tiwi selalu terlihat cerita, ekspresif, dan tidak pernah kelihatan
murung”.
Aku pun
membalasnya dengan senyuman sambil terus menikmati makanan di piringku. Ah..
kalau ini tentu gombalan pak Y saja dalam batinku, sesungguhnya bukan dia yang
mengungkapkan ini. Tebakku. Dan masih kutunggu kata-kata berikutnya. Untuk
menunjukkan perhatian dan tidak terlihat cuek, aku jawab dengan “Ah masa”,
ungkapan yang netral.
“Kalau
saya jadi orang yang masih single tentu sudah suka sama mbak tiwi, makanya saya
heran, kenapa yang single-single ni takut mengungkapkan” kata Y
Tepat
sesuai tebakanku. Hheheh. Ternyata pikiran laki-laki mudah ditebak. Dan
teman-teman yang lain mencoba menjodohkan. Teman-teman yang sudah menikah juga
berusaha menjodohkan dan mencari info tentang tipeku. Akhirnya mereka tahu
kalau aku juga tak suka dengan B. Akhirnya, becandaan jodoh-jodohan menguap
sejalannya waktu.
Aku bukan
tipe orang yang mudah GR tetapi sense of signal itu dapat aku rasakan dan
mempengaruhi muka aku. Sering kali aku pulang ke kamar dengan wajah
tersipu-sipu malu. Aku juga bukan orang yang mudah saja menebak sebelum orang
itu mengatakan langsung. Jadilah, saya lebih suka menyimpan dalam hati.
Teman-teman sekamarku W dan N seakan curiga dengan tingkahku. Makan sedikit serasa gampang kenyang,
melakukan aktivitas dengan happy, dan ceria.W
malah ngefans dengan ketua kelas kami L. Sedangkan N lebih mematikan
pasaran dengan mengatakan sudah tunangan. Ya, kami bertiga mempunyai kesamaan. Tidak
mempunyai niat mendapatkan pasangan di Prajab.
Minggu
kedua, aku mulai aktif sholat, halangan sudah selesai. Aku memanfaatkan waktu
coffe break pagi untuk sholat dhuha, karena waktu itu yang memungkinkan. Aku
seringkali sholat dhuha dengan laki-laki bernama AM. Itu yang membuat kami
dekat karena kesamaan aktivitas. Melihatnya kusyu berdoa, gesture dan cara
bicara membuatku terkesan. Tetapi, lagi-lagi tidak kupikirkan karena seperti
niat awalku, aku mau prajab ya murni prajab. Ini salah satu dharma bhaktiku
pada negara setelah hampir 80 persen biaya kuliah S1 dan S2 ku dibeasiswai oleh
pemerintah. Anggaplah ini sebagai balas budi.Jadi mau susah senang akan
kujalani. Tetapi lebih banyak senang sih.
Bercerita
tentang AM. AM adalah dosen fakultas kedokteran dan otomatis profesi dia adalah
dokter. Dia adalah satu dari 6 dokter di kelas kami. Dia spesialis anatomi
Unair. Ketercengananku yang pertama, ketika dalam sebuah kuliah, ada hal yang
mau kutanyakan entah ke nasum atau ke teman yang seminar, ditanyakan oleh dia.
Artinya, keduluan. Alhasil aku tak jadi bertanya. Itu beberapa terjadi,
pertanyaan kami sama. Menurutku, untuk ukuran orang eksakta (dokter) analisis
terhadap kasus yang kebanyakan sosial sangat kritis. Itu menunjukkan kepedulian nya terhadap
lingkungan sangatlah tinggi. Setidaknya itulah analisisku terhadapnya. Orang
social biasanya lebih peka terhadap kondisi/kasus social begitu juga orang
eksata. Tetapi mas AM lain dan ini yang membuatku terkesan.
Teman-teman Aceh |
Dia
sekamar dengan TT dan NB (teman cowo sekantorku). Dia juga akrab dengan MT
(teman cowo sekantorku). Jadi ada dua cowo yang berasal dari satu kantor
denganku. Si Nb sering menggoda Am sebagai dokter pribadi tempat konsultasi
makanan, dan dari cara mereka terlihat bahwa Am juga seorang yang humoris meski
terlihat pendiam. Dia juga cowo pertama di grup BBM yang mengadd aku di bbm.
Menurutku tidak masalah, karena memang chat di bbm memudahkan kita
berkoordinasi. Baru kemudian, diikuti teman-teman cowo lain dari grup.
Ketika
mengobrol, aku keceplosan menebak jenis kelami dari kehamilan mbak Nurul, dosen
dari almamaterku universitas X. Karena dugaan yang benar dan beberapa pembacaan yang 80-90 persen benar membuat
banyak orang yang tertarik. Hal itu pula yang membuat teman-teman tahu bakatku
yang bisa membaca garis tangan. Aku pastikan bahwa aku tak bisa meramal hanya
membaca saja. Berduyun-duyun orang ingin membaca, makin banyak yang benar, dia
pun rekomendasikan kepada orang lain.
Sama
sekali tak kuduga, ada bbm dari mas MT yang menggambarkan garis tangan mas Am.
Cuma mengapa dia tak minta dan datang sendiri padaku, seperti cowo-cowo lain.
Mengapa lewat MT? akankah seperti B yang menyampaikan pesan melalui Y. ah…
untuk seorang dokter hal itu tentulah kurang elegan, batinku. Aku jawab “Mas,
maaf ga kelihatan garisnya, aku ga bisa baca, ntar aja yak l dah luang aku
capek banget”. Dia jawab” ya santé aja, ntar-ntaran aja juga ga pa2”
Ya,
membaca tangan itu sangat melelahkan. Karena aku harus konsentrasi full,
membacakan garis demi garis, apalagi aku juga harus memilih kosakata untuk menjelaskan,
agar mudah dicerna oleh si empunya tangan. Salah-salah si empunya tangan bisa
tersinggung, padahal niat aku membaca untuk memperingatkan langkahnya. Belum
lagi nasihat untuk tidak percaya pada kesyirikan dan tidak percaya ramalan dan
anggaplah sebagai main-mainan saja.
Karena
aku merasa berteman dengan mas Am, aku juga mengirim pesan “mas, ga kelihatan
mas, garis tangannya kl di foto”.
Dia
menjawab “ya udah ntar langsung liat ja ya, kalau tiwi gak lagi sibuk”
Aku jawab
“okay”
Tidak ada
hal yang kucurigai, seakan semua berjalan secara alamiah, tidak dibuat-buat
olehku maupun olehnya. Sampai saat aku luang dan akupun luang, subhanalloh,
ketika aku membaca garis tangannya. Aku begitu terkesan, pertama, dia orangnya sangat lurus dan baik tidak ada penyimpangan-penyimpangan
dalam hidupnya. Kedua, dia mandiri
dan punya integritas yang kuat. Ketiga,
dia rendah diri dan suka berbagi…terlihat ada beberapa cabang pengeluaran
tetapi dia tetap tebal…dan setelah kukroscek. Dia juga tak kalah terkejut dan
menyampaikan bahwa banyak benarnya daripada salahnya. Bahkan ketika aku membaca
ketika kecil dia suka demam, sakit khas anak-anak. Dia mengatakan, ya
betul-betul banget, ibuku juga cerita begitu.heheh…lucu juga tahu hal-hal masa
kecil orang ini. Keempat,dia suka bola. Yeah…ini tipeku banget. Cowo kelihatan
oke banget, maskulin kalau dia suka bola, alias kita bisa nonton bareng,hehheh.
Aku pun bisa melihat di garis tangannya dan mengkrosceknya. Dan analisisku
benar, dia suka bola. Nah, ini yang membuatku menyesal, aku lupa garis
percintaan yang ada pada dirinya. Kucoba ingat-ingat hampir seperti orang
kebanyakan, dia orang yang serius menjalani hubungan…ah itu seingatku. Karena
kadang aku sudah lupa atas isi dari pembacaan orang yang kubaca. Begitu juga,
aku juga lupa apa pembacaan garis percintaan didirinya. Andai, aku bisa melihat
garis percintaan di tangannya, adakah namaku menjadi bagian dari garis
percintaannya?hahah ngarep.com.
Banyak
teman-teman yang tertarik dengan cara pembacaan tanganku yang detail. Ada yang
bertanya, aku berguru dimana, hehhehe. Aneh-aneh saja. Ketika mereka tahu
perjalanan kenapa aku bisa, ada komentar yang tidak nyambung dan aneh yang
terlontar dari pak MY yaitu
“Sekolahlah lagi mbak, saya yakin jika mba
sekolah akan cepat lulus?”. Dalam hati, kenapa dia bisa tahu. Aku memang tak
menghabiskan waktu banyak dan tidak sulit belajar sewaktu kuliah, 5 tahun untuk
2 jenjang S1 dan S2.
Aku
bertanya, “kenapa bapak bisa berkata seperti itu?”.
“Karena
orang yang seperti mba lebih tahu kemauan orang lain tanpa harus berbicara,
makanya mbak kelihatan mudah bergaul dan tak canggung kan bergaul dengan
siapapun?” katanya memberi penjelasan.
Aku
berpikir sejenak. Dan mengaminkan
analisis pak MY tersebut kugunakan untuk memberi semangat/motivasi pada diriku
sendiri.
****
Suatu
ketika, aku berkesempatan sekelompok dengan
mas AM, kelompok yang ditentukan tentunya, tidak membuat sendiri.
Melihat tulisannya, ini keterpukauan kesekian terhadapnya. Benar-benar seperti
tulisan komputer, rajin, tegas, stabil, tidak berubah, percaya diri tetapi
tidak sombong. Benar-benar sedikit mengubah stigma ku bahwa tulisan jelek
adalah tulisan dokter.heheh.
Kata-katanya
membuyarkan analisis diam-diamku terhadapnya. “Wi, kamu punya ruler?”
Aku yang
tak terlalu ngeh dengan logatnya, mencoba mengulangi. “Apa mas?”
Dia
mengulang “Ruler itu penggaris”.
“Oh…ya
ada, kalau di Jawa namanya garisan mas.” Dan seperti biasa aku mengeksiskan
diri dengan etnisku karena aku bosan dianggap etnis sunda terus. Barangkali
karena aku tidak berwajah “njawani”.heheh
“Hehehhe…
(senyumnya manis) kalau di Aceh namanya ruler, wi” katanya. Aku mulai sadar dia
memang tidak putih, agak hitam malah tapi manis.
Seperti
biasa itu pun berjalan secara alamiah. Aku juga tak terlalu memikirkan dan
tetap fokus pada prajabatan. Sampai suatu saat, ada malam keakraban (makrab) dan salah satu agenda kegiatan adalah
bertukar kado.
Waktu
yang sedikit untuk mencari kado, aku gunakan sebaik-baiknya. Kami pergi
bersama-sama dan ikut pula dua laki-laki Y dan B. Dugaanku tepat, ada beberapa
hal yang membuatku tak sreg dengan dia, dan pilihanku untuk menjadikan teman
adalah tepat. Tips untuk para wanita yang ingin mengenal karakter makhluk
berjakun adalah ajaklah dia pergi beramai-ramai dan lihatlah cara mereka
memperlakukan Allah.
Malam itu
kami datang terlambat, dan tibalah acara tukar kado. Kado dikumpulkan sehingga
tidak tahu itu kado milik siapa. Tiap orang mengambilkan kado untuk orang lain.
Acara ini digunakan oleh sebagian orang untuk menunjukkan/ mengekspresikan isi
hatinya, baik ngefans atau berkesan. Selama 3 minggu yang hampir purna, tentu
menumbuhkan benih-benih kasih diantara peserta prajab. Sampai suatu saat
seorang wanita dari Aceh Sr memberikan kado pada Am. Tetapi aku tahu betul
bahwa Sr hanya hormat terhadap Am karena pernah secara tidak langsung dia
curhat bahwa dia sudah punya kekasih hati dan dalam proses melobi ortu agar
setuju. Aku pun curhat tentang tipeku, coba seandainya aku ga curhat ma dia,
tentu dia bisa membantu aku. Dia sudah terlanjur tahu bahwa tipeku adalah orang
jawa hiks, ya sudahlah, sungguh penolakan secara tidak langsung.
Aku
termasuk orang yang belum mendapat kado, dan betapa terkejutnya ketika Am
memilihkan kado untukku. Aku baru merasa, jangan2 ini tidak hanya perasaanku
tetapi perasaan dia juga. Ayo tiwi, jangan GR, aq memantrai hati ini. Kulihat
senyumnya masih terulas di sudut bibirnya. Dia tidak terlalu aktif bernyanyi
seperti laiknya orang-orang timur yang pandai berjoget dan berdendang. Dia yang
berasal dari barat lebih menyukai baca Quran daripada menyanyi, setidaknya itu
asumsiku.
Acara
makrab selesai. Aku baru sadar bahwa aku perempuan sendiri yang berjalan
diantara kerumuman mas-mas. Dan ternyata, aku baru sadar bahwa ini tidak lagi
sore tetapi malam, jarak dari gedung tempat makrab ke asrama cukup jauh, sepi,
melewati lorong dan agak angker, membuat nyaliku sedikit ciut. Kuberanikan
diri, meminta bantuan.
“Mas,
tungguin”, aku berteriak dari ujung gedung menyusul ke arah mereka. Mataku yang
minus dan kondisi pencahayaan yang agak remang-remang membuatku tak mengenal
siapa mereka dan mereka menungguku.
Kita
berjalan di lorong-lorong bersama. Diantara mreka rupanya ada mas AM dan mas
SI, si bayi sehat. Ketika aku bilang “Aduh gelap bener, ada ga yang berbaik
hati mengantarkan aku ke asrama?”.
Dan tanpa
kuduga mas Am, orang pertama yang mengatakan “Iya” baru kemudian seperti
dugaanku ditemani mas SI. Ya memang aku agak dekat dengan mas SI karena sering
ngobrol.
Entah aku
merasakan sesuatu. Aku berspekulasi, kalau ketika aku tanya dia nyambung
berarti dia satu frekuensi denganku. Ketika aku sudah sampai, aku tak lupa
mengucapkan terima kasih.
“Mas,
makasih yah sudah diantarkan. Eh mas Am, mas suka baca Quran ga? tadi pagi baca
surat apa?atau akhir-akhir ni baca surat apa?” (aku menebak dalam hati Yusuf/ Ar
Rahman)
“Dia
menjawab pagi banget Al Ma’surat, tiwi tahu kan? (aku menjawab dengan anggukan)
terus baca Ar Rahman, baru tadi habis magrib baca Yusuf. Kenapa gitu?”
Rupanya
dia menjelaskan dulu baru curiga bertanya balik.
“Ah ga pa2
mas, hanya iseng aja nanya, ya udah
makasih ya mas, aku masuk dulu”. Aku berusaha menutupi keterkejutanku
dengan berusaha mengakhiri percakapan. Aku masih melihat punggung kedua
laki-laki sampai tak terlihat.Subhanalloh, ada banyak surat di Al Quran kenapa
tebakanku tepat, adakah ini sebuah tanda. Ah…sudahlah ini kebetulan, begitulah
aku mulai mengafirmasi otakku.
****
Ada rekan
kerja dari kantor yang menjenguk untuk meminta tanda tangan kami guna keperluan
administrasi. Dan dia berkomentas bahwa aku agak kurusan. Ya betul, selama 1
minggu di asrama, aku turun 2 kg. Kata ibu, aku kalau sehat dan ceria malah
cenderung badannya stabil, tetapi kalau stress malah bisa naik.Yup betul, aku
belajar malah senang. Mungkin pada dasarnya memang aku suka belajar.
Hari demi
hari berhasil kulalui sampai ujian akhir dan aku tidak menjumpai banyak kendala
berarti. Hingga saat itu, kelompok kami mengadakan acara perpisahan, padahal
kelas lain tidak ada acara ini. Aku baru sadar bahwa selama 3 minggu ini aku
telah mencintai teman-teman, kurasakan hal yang sedikit berat melepas mereka
pergi ke asal instansi masing-masing. Lagi-lagi ku kugesti diriku, tiwi ini
Cuma prajab, kuliah kilat, ayolah jangan mainkan hatimu, pakai logikamu. Dan
berhasil, tak ada air mata yang menetes, tak seperti teman lain yang sedih.
Entah karena terharu mau berpisah atau gagal mendapatkan laki-laki yang
ditargetkan hehhe, yang ini S banget.
Setelah
kembali ke kamar bersiap untuk packing, aku merasakan badanku lemas, murung,
tak bergairah, tidak seperti dua teman kamarku yang begitu sumringah hendak
berkumpul kembali dengan keluarga. Perasaanku hambar, datar dan berusaha
memulihkan diri.
Aku
pulang masih dengan seragam putih dan hitam, padahal teman-teman sudah berganti
pakaian. Aku sama sekali tidak bersemangat untuk pulang.
Tanpa
diduga ada bbm darinya “assalamu alaikum wr wb. Maaf tiwi tadi lupa bilagn,
makasih tuk pembacaan garis tangannya ya. 90 % benar. Lupa bilang tadi pada
buru2 pulang sih..”
Ada
banyak laki-laki yang kuramal tetapi cuma dia yang sampai bbm gini.Aku jawab
“Walaikum salam wr wb. Aduh jadi malu, tak usah terlalu serius lah. Posisi
dimana?bareng mba SR kah?”
Dia
menjawab “Msh di asrama ni..ntar pulangnya bareng teman2 aceh tgl 24 pagi”.
Jawaban
yang netral sebagai jawaban tak langsung bahwa hubungan dia dan SR hanya
hubungan rekan bukan special karena juga pergi bersama rekan-rekan seinstansi.
Entah tenang hati ini.
“Sip mas,
mdh2an silaturahmi qt terjalin ya mas” kataku
“Iya
tiwi. Dah pulang k rmh ya?” tanyanya.
Aku
mencoba mencari topik dan dapatlah topik tentang pak T, seksi akademik yang
sakit. Aku menanyakan kondisinya.
“Iya ma
aq dia ni, Ntar Am beliin raniditin aja..Insya Allah bs sembuh pak Tnya”
jawabnya.
Dan
hubungan kami makin intens sampai selesai prajab…Ada dua kubu, beberapa teman
yang seakan tahu hubunganku mendukung aku dengan dokter itu, tetapi kubu lain
tidak mendukungku karena dia jauh dan aku butuh orang yang dekat.
Apel pagi |
Ada
kegalauan dan kedilemaan dalam hatiku. Antara dua pertentangan batin. Sisi A
meyakinkan aku bahwa dengan melihatnya selama 3 minggu yang berhasil memukauku
serta pembacaan garis tangan yang banyak betulnya itu sudah cukup sebagai
alasan untuk memperjuangkannya, dia berasal dari keluarga baik, sikap yang baik
dan kemampuan yang baik. Sisi hati B membalasnya bahwa hal itu terlalu premature/ dini terhadap
sebuah keputusan, kita tidak tahu apa benar keluarganya baik?apa benar sikapnya
di luar juga baik seprti di prajab? kalau kemampuan tak diragukan. Terlihat dia
orang yang berpendidikan dan dokter yang peduli terhadap sesama, ketika dia
ikut membantu mengobati anaknya mbak Ana, mengobati dokter Yosi ketika terkilir
dan mengobati pak T. Belum lagi, perkataan orang tentang etnis nya yang suka
poligami. Hiks, Sisi hati A mengatakan, “ya tapi PNS ada payung hukumnya jadi
ga sembarangan dipoligami, belum lagi emang banyak dokter yang poligami?ga
sempat kali, sisi hatiku memberatkan”.
Di saat
kegalauan ini melanda, pesan bbm darinya berbunyi “Jika ada masalah mengadulah
padaNya”. Aneh, seakan dia tahu isi hatiku. Tetapi sebuah teori itu benar, jika
kita sayang tulus dengan seseorang, tanpa kita bicara dia akan tahu dengan
perasaannya”. Ya barangkali dia juga merasakan kegalauanku.Mungkin secara tidak
langsung dia menghimpun data tentangku melalui dua rekan cowoku. Dan
diketahuilah bahwa dia bukan tipeku. Tentu, dia akan mundur dengan
teratur.hiks.
Ketika
aku sedih akan hasil medical check up dan proses pengumpulan urine yang
menyebalkan, dia bisa membuat hatiku tenang dan nyaman. Dia tidak hanya dokter
pada umumnya, tetapi dia juga psikolog dan dai yang hebat. Dia menyelipkan
dakwah di tiap lantunan bbmnya. Semakin membuatku terpukau. Sampai aku putuskah
hal yang berat dan tak mudah. Aku harus akhiri ini.
Sampai
suatu saat Allah menegurku dengan aku diberi sakit. Semasa prajab aku sehat
walafiat, ketika selepas prajab aku malah sakit. Awalnya badan nggreges, dada
sesek, flu, batuk dan terakhir demam tinggi tidak turun-turun. Siapakah yang
merawatku? dokterkah di seberang pulau?Tentu saja tidak. Itu yang membuatku sadar.
Sadar bahwa yang dibutuhkan olehku sekarang ini adalah bukan orang yang
bla..bla, tapi orang yang siaga bersamaku di kala suka dan duka.Astaghfirullah…air
mata mengucur deras…dzikir terlantun di bibir ini…rebah dalam sajadah melawan
demam ini.
Aku baru
sadar bahwa aku mungkin jatuh cinta padanya…dan mulai merunut kisah-kisah
bersamanya dan ada kata2 N yang membuatku sadar
“Lo bukan
mengubur cinta, tp elo takut kalo ternyata lo suka sama dia en dia kayaknya
punya cinta ke elo”
Sesuai
agenda, liburan idul adha aku putuskan untuk pulang. Berharap aku bisa happy di
rumah. Ketika aku pulang ke rumah, aku juga terlihat pemurung dan tak bergairah
untuk apapun. Makan sedikit, bibir pecah2, dan tak terlalu bersemangat bermain
bersama keponakan. Ibuku bisa melihat perubahan padaku, ibu juga melihat aku
tidak rutin melakukan sholat sunat yang ia instruksikan. Baru setelah di
Jakarta, beliau menegurku.
Ya ada
apa dengan diriku, barangkali aku juga tak sanggup patah hati dan tak sanggup
pula melihatnya patah hati..jadi ya aneh gini… aku jarang sakit. tapi kali ini
mungkin sudah saatnya sakit. Aku deman tidak turun-turun dan kuputuskan untuk
ke dokter…tentunya bukan dokter Am. Dokter memberikan obat dan menyampaikan
bahwa aku ISPA (infeksi saluran pernafasan) makanya agak sesak dan amandel. Aku
harus sembuh, aku patuhi anjuran dokter dan perlahan-lahan aku sembuh.
Aku
mencoba menjalani hidupku seperti semula. Aku ingin melupakannya tetapi semakin
aku berusaha menguburnya dalam-dalam justru aku mengingatnya. Dulu aku butuh
waktu 6 tahun untuk mengubur cinta yang tak bersambut. Aku tak tahu sekarang.
Biarlah waktu yang menjawab.
Butuh
waktu 1 tahun pula untuk melupakan cinta yang tak direstui orang tua dan
membuka hati. Satu pelajaran hidup bahwa dalam masa yang serba canggih ini pun
masih ada disparitas antara keluaga priyayi (darah biru) dan rakyat jelata
(khalayak) dan antara santri dan abangan. Tidak semua orang mau terbuka
menerima kekerabatan dan perbedaan. Bukankah perbedaan itu harmoni.
Sahabatku
yang nan jauh disana menyuruhku untuk menulis. Sahabat sebagai alarm hidup
untuk memotivasiku menulis.Ya betul, menulis adalah salah satu terapi
menyembuhkan kesedihan. Seperti habibi yang terus menulis sebuah kisah tentang
ainun, betapa dia rindu pada ainun.. Dan aku mencobanya, berharap aku bisa
melakukan hal positif untuk diriku. Amin..
*calon suamiku: jika kelak kau
membaca tulisan ini, percayalah cintaku tulus untukmu…
Sawangan, 24 Oktober 2012 ketika demam
tinggi menyerang…
ooo jadi dia.. sosok laki-laki itu xixxixixi
BalasHapusIya riri, lelaki yang kusapa lewat lantunan doa karena doa adalah cara menyapa dia dari jauh...
BalasHapus