Tahun Baru Islam Tak Semeriah Tahun Baru Masehi?
Kenapa
tahun baru Islam/Jawa tidak dirayakan dengan meriah menggunakan terompet,
kembang api atau mercon seperti tahun baru masehi ya? Adakah pertanyaan itu ada
di benakmu? Ya memang tahun baru jawa sama jatuhnya dengan tahun baru Islam,
yang biasa disebut 1 Muharam atau di Jawa disebut 1 Suro.
Aku
mencoba membaca kembali Sirah Nabawiah. Tahun baru islam ditandai dengan hijrahnya
Rasulullah saw, dan itu merupakan hal yang berat, perjuangan yang tidak mudah.
Dalam sejarah, pada bulan Muharam juga terjadi pembantaian cucunda rasulullah,
Imam Husain, beserta 70 keluarganya di padang Karbala oleh ribuan tentara Yazid
bin Muawiyah. Jadi, bagi sebagian muslim, tahun baru Islam justru adalah masa
berduka, paling tidak sampai tanggal 10 Muharram, hari syahidnya Imam Husain.
Mungkin
ada hubungannya juga, dalam tradisi jawa khususnya jarang ada pesta diadakan di
bulan Suro. Bahkan untuk kepercayaan kejawen, pada malam 1 Suro ada ritual
seperti tapa bisu mubeng benteng atau bertapa di gunung. Orang tidak berbicara,
diam mungkin dalam bahasa kita, kita sebut tafakur, evaluasi terhadap apa saja
yang terjadi dan mengatur strategi agar bulan yang akan datang lebih baik lagi.
Setelah itu, penganut kepercayaan kejawen akan berkeliling desa.
Di
bulan Muharam ini ada pula hari raya anak yatim piatu yaitu tanggal 10 Muharam.
Seperti diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata Rasulullah S.A.W bersabda : ”
Sesiapa yang berpuasa pada hari Aasyura (10 Muharram) maka Allah S.W.T akan
memberi kepadanya pahala 10,000 malaikat dan sesiapa yang berpuasa pada hari
Aasyura (10 Muharram) maka akan diberi pahala 10,000 orang berhaji dan
berumrah, dan 10,000 pahala orang mati syahid, dan barang siapa yang mengusap
kepala anak-anak yatim pada hari tersebut maka Allah S.W.T akan menaikkan
dengan setiap rambut satu darjat. Dan sesiapa yang memberi makan kepada orang
yang berbuka puasa pada orang mukmin pada hari Aasyura, maka seolah-olah dia
memberi makan pada seluruh ummat Rasulullah S.A.W yang berbuka puasa dan
mengenyangkan perut mereka.”
Lalu
para sahabat bertanya Rasulullah S.A.W : ” Ya Rasulullah S.A.W, adakah Allah
telah melebihkan hari Aasyura daripada hari-hari lain?”. Maka berkata
Rasulullah S.A.W : ” Ya, memang benar, Allah Taala menjadikan langit dan bumi
pada hari Aasyura, menjadikan laut pada hari Aasyura, menjadikan bukit-bukit
pada hari Aasyura, menjadikan Nabi Adam dan juga Hawa pada hari Aasyura,
lahirnya Nabi Ibrahim juga pada hari Aasyura, dan Allah S.W.T menyelamatkan
Nabi Ibrahim dari api juga pada hari Aasyura, Allah S.W.T menenggelamkan
Fir’aun pada hari Aasyura, menyembuhkan penyakit Nabi Ayyub a.s pada hari
Aasyura, Allah S.W.T menerima taubat Nabi Adam pada hari Aasyura, Allah S.W.T
mengampunkan dosa Nabi Daud pada hari Aasyura, Allah S.W.T mengembalikan
kerajaan Nabi Sulaiman juga pada hari Aasyura, dan akan terjadi hari kiamat itu
juga pada hari Aasyura !”.
Ketika
menilik sejarah Nabi Muhammad, Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan. Suatu hari
Rasulullah SAW., keluar dari rumahnya untuk melaksanakan shalat. Saat itu
beliau menyaksikan anak-anak yang tengah bermain bersuka cita. Di antara
anak-anak yang tengah bermain itu, beliau SAW mendapati seorang anak yang
tengah bersedih duduk sendiri sambil menundukkan kepalanya. Pakaian yang ia
kenakan tak layak untuk dipakai untuk seusianya.
Rasulullah
kemudian menghampiri anak itu, dengan lembut nabi mengelus kepala yang kusam
dengan lembut. Lalu beliau SAW bertanya, “Wahai Anakku, apa gerangan yang
membuatmu bersedih hati di saat orang lain bersuka cita pada hari ini?” Dengan
mata yang masih nanar anak kecil itu menjawab, “Ya Rajul (wahai lelaki), ayahku
telah mati syahid di medan pertempuran bersama Rasulullah. Ibuku menikah lagi.
Ayah tiriku merampas sisa harta peninggalan ayahku, lalu mengusir aku. Sehingga
aku tak punya makanan, minuman, pakaian, apalagi tempat tinggal,” (aduh ni
cerita aku banget, hiks, bedanya ibu tiriku yang seperti itu, dan dia tak
pernah mengusirku).
Anak
itu masih menunduk dan menangis, tidak tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah
penghulu para nabi dan rasul, Rasulullah SAW. “Hari ini kusaksikan
teman-temanku bersuka cita karena mereka memiliki ayah, sedangkan aku…,”
lanjutnya. Rasul mendekap anak itu, lalu berkata, “Wahai anakku, apakah engkau
ridha jika aku menjadi ayahmu, 'Aisyah sebagai ibumu, Ali pamanmu, Fathimah
bibimu, lalu Hasan dan Husain menjadi saudaramu?”
Anak
itu menengadahkan kepalanya, ia terkejut. Ternyata lelaki yang mendekapnya itu
adalah panutannya, Rasulullah SAW.“Tidak ada alasan untuk tidak ridha wahai
Rasulullah,” jawab anak itu tersenyum bahagia.Lalu Rasulullah mengajak anak itu
ke kediamannya, dan meminta kepada 'Aisyah untuk memandikannya serta memberikan
pakaian yang bagus. Juga makanan yang lezat.
Anak
kecil yang tadi berpakain lusuh dan berwajah kusam itu kini berubah terlihat
bersih dan ceria, rambutnya tersisir rapi tentunya mengenakan pakaian bagus
dari Rasul. Ia keluar dengan senyum mengembang, bahagia. Teman-temanya yang sedang
bermain dikejutkan dengan penampilannya yang telah berubah. “Tadi kau bersedih,
kenapa sekarang kau tampak gembira?” Tanya salah seorang dari mereka. “Tadi aku
memang lapar, tapi sekarang perut ini kenyang. Kalian lihat tadi aku tak
berpakaian yang layak, tapi sekarang kukenakan pakaian yang bagus. Kalian
mengetahuinya kalau aku adalah yatim, tapi saat ini Rasulullah telah menjadi
ayahku, 'Aisyah ibuku, 'Ali dan Fathimah menjadi paman dan bibiku, sedang Hasan
dan Husain menjadi saudaraku…” matanya berkaca-kaca.
Ketika Rasulullah SAW
meninggal dunia, anak kecil itu menaburkan tanah. Tepat di atas kepala pusara
beliau. Lalu ia istighosah, “Sekarang aku kembali terasing dan kembali menjadi
yatim.”
Abu
Bakar Ash-Shidiq yang tengah sama bersedih meraih tangan anak itu, dan ia
jadikan anak kecil itu sebagai anaknya sebagaimana yang telah Rasulullah
lakukan. Rasulullah SAW bersabda,” Siapa orang yang memakaikan seorang anak
yatim pakaian yang indah dan menghiasinya pada hari raya, maka Allah SWT akan
menghiasinya pada hari Qiamat. Allah SWT mencintai setiap rumah, yang di
dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barang siapa
yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.
Mohon dikoreksi jika ada
yang belum sesuai
Pondok Cabe, 1 Muharam
1434 H
Komentar
Posting Komentar