Akhirnya Datang Juga
Alhamdulillah
setelah sekian lama aku tidak mengajar, akhirnya kesampaian juga aku mengajar
kembali. Sebenarnya bisa-bisa saja aku
bekerja sebagai editor sambil mempunyai third
job sebagai pengajar. Aku lebih memilih konsen terlebih dahulu dengan first jobku sampai aku benar-benar
mendapatkan SK 100 persen. Banyak orang menyarankan agar aku mengajar, mereka
menyampaikan pertama kali ketika aku bekerja sebagai editor. Keluargaku seperti
omku dan bapak (pak dhe) juga menyarankan hal sama. Aku lebih memilih strategi
ini seperti strategi ketika aku terjun sebagai aktivis mahasiswa. Tahun pertama
aku lebih memilih konsen sebagai mahasiswa murni, mahasiswa yang aktivitasnya
kuliah dan kos. Pilihanku tepat, tahun kedua aku mulai terjun ke Lembaga
Eksekutif Mahasiswa. Aku berstrategi jika terjadi penurunan pada nilai IPK ku
berarti bisa jadi karena aktivitas baruku. Alhamdulillah tidak ada penurunan.
Dengan itu ada pembanding dengan tahun pertama kuliah.
Begitu
juga, aku menggunakan strategi ini untuk mengolah pemikiranku dengan job-job
yang kupilih. Alhamdulillah tanpa diduga dan tanpa disangka, dalam suatu rapat
dikabarkan bahwa aku editor dengan produk tertinggi tahun ini dengan 16 produk
di bawahku, jauh melesat dibanding teman-teman lain. Teman di bawahku 14 produk,
kemudian disusul 13 produk. Buatku ada dua hal, pertama patut berbangga hati
bahwa aku bisa melawan asumsi senior biasanya lebih banyak yang dikerjakan,
asumsi yang berkembang dalam dunia kerja. Yang kedua menjadikan aku beban
karena menjadi editor dengan produk tertinggi. Tidak semua orang beropini
sesuai yang kita harapkan. Kita tidak tahu pikiran orang, mungkin bisa iri
dengan prestasi teman atau justru termotivasi, semua bisa saja terjadi. Jauh di
lubuk hatiku, aku tidak mengejar nilai-nilai itu, aku hanya ingin bekerja,
mengasah kemampuanku mengedit dan mendapat uang. Tidak ada niat untuk cari
muka, kalau mau cari muka pasti aku sudah ke Korea
untuk operasi. Hheheh.
Angka-angka
itu pun menurutku tidak terlalu berpengaruh jika tidak diikuti dengan kualitas
yang bagus. Aku mengedit karena aku suka bukan karena orang lain. Seperti
halnya mengajar, aku pun suka mengajar. Dari kecil aku begitu akrab dengan
mengajar. Ketika bermain sekolah-sekolahan, aku memilih menjadi gurunya. Pernah
suatu kali temanku menyuruhku menjadi muridnya, aku menolak, cemberut dan
pulang ke rumah.
Menjelang
remaja tiap ramadhan aku mengajar agama di masjid belakang kakekku di desa. Aku
biasanya kebagian mengajar tentang hal-hal mengenai wanita. Itu yang
menyadarkan aku betapa aku beruntung menjadi wanita. Sebelumnya, jika aku lebih
memilih aku ingin jadi pria.
Dunia mengajar aku lanjutkan ke jenjang perguruan tinggi,
setelah pergantian pengurus dan aku telah berhasil mengkader pengganti. Aku
memilih sebagai pengajar di lembaga bimbingan belajar. Hampir semua bimbingan
mengajar di jogja pernah aku lamar dan berhasil menjadikan aku bekerja. Berkat
izin dari Allah, aku begitu mudah masuk ke bimbingan belajar.
Hal
itu yang terjadi kali ini, aku melamar Nurul Fikri, mengirim berkas lamaran
yang semuanya foto kopian tanpa legalisasi karena memang aku tak menyimpannya
di sini, kemudian tak berapa lama dipanggil untuk mengikuti tes tertulis.
Setelah itu, dipanggil untuk microteaching
dan wawancara. Tahap yang terakhir ini sempat beberapa kali kucancel karena tidak cocok dengan jadwal first jobku. Awalnya sempat membuatku
pesimis, Alhamdulillah lama tidak mengajar ternyata tidak membuatku gugup. Aku
santai saja mengajar seperti mengajar murid-murid saja, padahal yang menguji
atau yang jadi siswa pengajar yang senior. Ketika wawancara aku pun lebih
menjawab seperti yang kutahu dan jujur tidak dibuat-buat.
Sampai
akhirnya aku mendapat pengumuman dan tugas mengajar di tiga cabang, Ciputat, Pamulang 1 dan Pamulang 2. Lebih mengejutkan
adalah aku mendapat grade yang
memungkinkan aku bisa mengajar segala jenjang. Perlu diketahui, bagi pengajar
paruh waktu jarang yang langsung mengajar seluruh jenjang, biasanya mengajar SD
paling banter jenjang SMP. Begitu kata pengajar baru yang sempat kukenal ketika
masa ujian tulis.
Mengajar
jenjang apapun sudah tidak lagi menjadi pobia atau masalah. Aku begitu
menikmati profesi ini. Tidak ada perasaan lelah setelah bekerja seharian
sebagai editor. Bahkan pernah suatu kali pada hari sabtu aku mengajar full dari
NF buka sampai tutup, dan aku bahagia. Betul kata-kata ibu (budhe), ketika aku
benar-benar susah untuk mencari makan, “nikmatilah apa yang kamu rasakan, makan
susah, kamu harus kerja dulu, kalaupun punya uang kamu mikir-mikir dulu makanan
apa yang sesuai dengan kocek kamu. Akan ada tahap ketika kamu tidak peduli lagi
harga suatu makanan itu karena kamu punya uang berlebih. Selanjutnya, tahap
ketika kamu bisa makan apa saja kapan saja, sampai akhirnya kamu merindukan
saat lapar dan setelah makan bukan kenyang lagi yang kamu dapatkan tetapi
KEPUASAN”. Itu mengapa ibu mengajarkan bahwa segalanya tidak harus dinilai
dengan uang tetapi kalau tidak punya uang segalanya tidak selancar yang kita
inginkan.
Ketika
bergaul dengan pengajar di NF, terkadang pertanyaan “memangnya gaji sebagai
abdi negara masih kurang?” miris menjawabnya tetapi karena pertanyaan, aku
menjawab “tidak semua yang dikejar di dunia ini itu selalu uang”. Dan dia diam
seribu bahasa. Atau asumsi bahwa “S2 sama dengan kaya”. Padahal aku kuliah S2
dengan keringat sendiri dan beasiswa. Aku juga tidak akan cerita kalau aku S2
jika tidak ditanya. Dia dengan bangganya menikah ketika masih kuliah, andai dia bertemu denganku ketika aku masih sangat
vokal di senat. Aku akan mengatakan “maaf yah, saya ga nanya tuh”, “masalah
buatku, engga”, “nabi aja ga nikah dini koq”, “hebat dong bapak, kuliah bapak,
istri dan semua bapak yang nanggung kan? Dah gitu bisa kirim uang bulanan buat
ortu. Kl masih orang tua mah ga sah dibanggain kali”...
Alhamdulillahnya
kata-kata itu hanya sebuah lintasan pikiran. Aku lebih memilih diam dan
tersenyum. Rupanya si bapak ini belum berhenti mengorek info tentangku.
Kata-kata menyiratkan bahwa kalau sudah S2 jauh jodoh, dan dia seperti
memaksaku untuk mengiyakan. Aku jawab
dengan senyuman “semoga tidak pak, karena Insya Allah sebentar lagi saya
akan menikah, dan orang belum menikah itu bukan hanya karena S2 atau sibuk
sekolah, yang lulusan SD,SMP,SMA dan telat menikah juga saya rasa jumlahnya
signifikan”.
Dia
masih memojokkan, “Iya tetapi biar sudah dilamar juga bisa aja batal, padahal
hanya gara-gara yang pihak satu ingin resepsi, pihak yang lain ingin tidak”.
Aku jawab dengan tenang, “ Jangankan menikah, yang menjamin esok pagi bapak dan
saya masih hidup juga tidak ada yang bisa. Kembalikan menikah itu untuk apa,
apa visi, misi dan aksinya?jika masalah resepsi bisa batal, berarti ada yang
dikoreksi. Insya Allah kalau landasannya perintah Allah, ya aman terkendali.
Allah melarang untuk tabarujj
bagi wanita dan mengatakan wanita yang mulia adalah wanita yang maharnya tidak
memberatkan calon suami.”
Bel
berbunyi...saatnya aku mengajar. Alhamdulillah akhirnya bisa terbebas dari
makhluk berjakun kali ini. Semua ketidaknyamanan terobati ketika bertemu dengan
siswa-siswa yang lucu-lucu, manis, kritis dan sholih. Ada saja tingkah mereka
yang membuatku gemas, tersenyum bahkan menahan tawa karena ingin tertawa
terbahak-bahak. Menurutku mengajar tidak hanya transfer ilmu tetapi juga
mendidik dengan transfer nilai. Nilai-nilai kebaikan. Aku melihat mereka cukup
sopan, tidak peduli kaya miskin tetap mencium tangan pengajarnya. Kali ini aku
cukup geli ketika ada siswa dari RONIN yang sudah usia mahasiswa. Ada juga
siswa yang sikapnya mulai aneh kepadaku, aku takut dia jatuh cinta padaku,
secara aku sudah mau menikah dan aku tidak mau dia patah hati. Ada juga guru
yang diam-diam perhatian kepadaku, mencari tahu tetang identitasku dan lebih
betah di cabang dimana aku mengajar.heheh, ada-ada aja yah.. Dari dulu
sepertinya aku belum bisa lepas diriku yang mempesona lawan jenis..wkwkkwkw
Alhamdulillah
juga, aku berhasil menaklukkan kelas-kelas yang kata orang berisik. Biasanya
kelas-kelas tanggung. Tipsnya adalah meskipun kita guru buat mereka, jangan
mengurui mereka, anggap mereka teman, jangan kaku, bersikap santai dan harus
senantiasa menjaga wibawa. Jika ingin mengajar kelas rendah tipsnya adalah
banyaklah bermain games tanpa kehilangan substansi pelajaran. Ada tingkah
mereka yang begitu sesuatu, yang pertama namanya Azis, dia ribut di kelas, kata
beberapa pengajar tetapi ketika pelajaranku, dia sangat memperhatikan dan
aktif. Sampai ketika sesia mengajar kelasnya selesai, dan saat istirahat
sholat, aku pun sholat. Setelah itu aku mengajar kelas 9 dan rupanya dia
kembali masuk kelas 9 karena ingin belajar bahasa indonesia kembali. Dengan
sedikit pemahaman dan bujukan akhirnya dia mengerti dan masuk ke kelasnya
kembali.hehehe. Hal lain yaitu tingkah Zahra, ketika ada suatu saat aku
berhalangan hadir dan digantikan dengan pengajar lain, Zahra tidak mau masuk
kelas, mogok, akhirnya harus dibujuk mamah dan pengajar lain.
Lain
lagi dengan Nasrul, siswa kelas 9 ini termasuk siswa yang sering absen. Ketika
saat pelajaranku, dan ada tes formatif, aku menantang mereka jika ada yang
mendapat nilai 100, aku beri hadiah. Ada yang bertanya “Hadiahnya apa kak?” Aku
menjawabnya “masih rahasia”. Padahal aku tidak menyiapka hadiah apapun.
Kegiatan belajar mengajar berlangsung sampai ada siswa yang bernama Nasrul
berhasil mendapat nilai 100. Di akhir sesi, aku menyuruhnya untuk bertemu
denganku. Uang di dompetku 70 ribu, aku ambil 50 ribu kuberikan padanya dengan
sedikit nasihat. Dia kaget menerima uang dariku dan berkata “Gak kebanyakan
kak?”. Aku jawab “Engga lah”. Dia mengambilnya dengan sorak-sorai tertawa
girang. Dalam hatiku ada rasa bahagia karena bisa membahagiakan orang lain.
Mungkin Nasrul bisa dengan mudah mendapat uang yang hanya 50 ribu kepada orang
tuanya, tetapi mendapat 50 ribu dari hasil pemikirannya itu lain soal, begitu
pikiranku melayang melihat raut kebahagiaan Nasrul.
Aku
tidak bercerita tentang ini kepada pihak administrasi atau pengajar lain, dan
Pak Rofi (admin) menyampaikan bahwa ada perubahan sikap Nasrul yang semakin
rajin masuk kelas. Alhamdulillah...inilah yang kumaksud, mengajar, mendidik dan
berdakwah...menyeru pada kebaikan. Semoga Allah memudahkan aku untuk melakukan
3 hal itu. Itu hanya segelintir cerita tentang tingkah polah murid-muridku,
masih banyak suka dan duka perjalanan mengajar yang baru 1 bulan.
Di
akhir bulan Januari, aku dikabari untuk mengecek rekening. Alhamdulillah, jauh
diluar dugaanku, aku mendapat gaji yang bisa menghidupiku selama 1 bulan hanya
bekerja paruh waktu. Terima kasih Allah atas rezeki yang diberikan. Wah, bisa
jadi gaji dari pemerintah dan kantor first
jobku bisa utuh nih..gumanku berkhayal. Bulan februari aku putuskan untuk off untuk fokus menikah, supaya bisa
fokus mengusahakan membuat anak.ehhehe (modus).
Aku
pasti akan merindukan kalian murid-muridku walau aku sudah menemukan hal yang
lebih menarik dari kalian...
Aku berdoa aku bisa mengajar lagi dengan intensitas
yang lebih sering dan kualitas yang lebih prima.
Ciputat,
rintik hujan bulan Januari 2013
Komentar
Posting Komentar