Aku Ikut Bahagia Dia Menikah
Sebuah
pesan datang, pesan dari R, seorang peneliti. Perkenalan kami sejak 2009,
ketika itu kami terlibat kegiatan yang sama mengenai penelitian bahasa dan
seminar internasional di Batu, Malang. Tidak ada perasaan khusus kepadanya, aku
selalu profesional melakukan instruksi dari panitia sehingga waktu yang tidak
berapa lama benar-benar kugunakan dengan sebaik-baiknya. Waktu itu aku pun
harus membagi waktu dengan kegiatan utamaku yaitu kuliah S2.
Hari-hari
senantiasa kulalui, kumanfaatkan waktu yaitu untuk konsultasi dengan
pakar-pakar bahasa, memecahkan permasalahan bahasa dan sharing pengalaman.
Suasana hotel kusuma, Batu Malang ini juga mendukung. Hawa yang sejuk dan
pemandangan yang indah, di sini pun diberikan fasilitas makan buah sepuasnya. Ada
buah jambu, strawberry, anggur, tergantung musim, namun buah yang selalu ada
yaitu buah apel. Pengunjung diizinkan untuk makan buah apel sepuasnya tetapi
tidak boleh membawanya pulang. Jika ingin membawa pulang, pengunjung harus membayar
sesuai per kg nya.
Perkenalan
dengan R ternyata meninggalkan gurat-gurat cinta di hati R. R jatuh cinta pada
pandangan pertamaku. Saat itu R selalu menjaga komunikasi denganku, masih
terkadang meminta diriku menjadi pendampingnya. Jawaban selalu sama dariku,
yaitu penolakan karena aku tidak mencintainya. Urusan cinta terkadang memang
bisa jadi sangat rumit, bisa juga sangat simple. Cinta tidak selalu urusan
pendidikan, harta, ketampanan atau hal-hal yang bisa terlihat. Cinta urusan
hati, begitulah alasanku. R bekerja di Lampung dan kecil kemungkinan untuk
pindah ke Jawa karena dia sduah PNS, biasanya PNS agak sulit untuk pindah
kalaupun bisa butuh proses. Selain itu, dia anak bungsu yang harus menjaga
orang tuanya, harus dekat dengan rumah. Jadi, kemungkinan besar akan tetap di Lampung.
Sementara aku sangat ingin tetap di pulau Jawa dan tidak menginginkan hubungan
LDR. Jadilah kami tidak mempunyai titik temu.
Setelah
penolakan itu, kami masih tetap berkomunikasi. Dia yang sibuk mencari tambatan
hati dan aku mulai memantapkan hati. Tanggal pernikahanku sudah direncanakan.
Aku sengaja menyimpannya dan tidak memberi tahu dia, kupikir belum saatnya,
butuh waktu yang tepat. Dia masih saja bercerita tentang sulitnya mencari
tambatan hati. Terpikir untuk mencarikan jodoh untuknya, tetapi ternyata belum
berhasil. Banyak wanita yang kurang sreg dengan dia. Giliran ada yang sreg, dia-nya
tidak berkenan.
Sampai
berita bahagia pun datang, terkesan terburu-buru dan asal-asalan, tapi kupikir
mungkin perlu hal itulah yang diperlukan olehnya. Aku berpikir positif. Karena yang
berhubungan lama belum tentu berakhir atau berujung pada pernikahan. Dia
bercerita bahwa di Ayu (panggilan mba
untuk orang lampung) adalah wanita yang terakhir di tengah keterputusasaan
dalam mencari tambatan hati. Dia wanita sholehah, seorang guru. Aku sangat
mendukung dan bahagia sekaligus lega. Aku bahagia akhirnya dia menikah. Aku
akan merasa sedih ketika aku bahagia tetapi di seberang pulau sana masih ada
yang bersedih. Kupikir aku sudah menganggapnya sahabat.
Akhirnya
aku pun menyampaikan kabar gembira, dia juga bisa menerima dan malah saling
mendoakan. Dia bercerita bahwa ayahnya sedang sakit dan sangat menginginkan dia
menikah. Hari yang dinanti telah tiba, aku menikah dan dia pun menikah sebulan
setelah aku. Akhirnya kita bisa bahagia menikmati gayuh rumah tangga dengan
pasangan kita masing-masing. Semoga sampai akhir hayat kita tetap bahagia dan
panjang jodoh. Amin.
12 November 2012
Komentar
Posting Komentar