Dilema Prewedding
Nada dering
BBku berbunyi tanda ada bbm.
“De, bisa
bicara sebentar? ada yang mau kusampaikan”
Sejenak aku
berpikir, menerka, apa yang hendak
disampaikan? Ah lebih baik segera kujawab. Sepertinya dia mood untuk
bercerita. Itulah salah satu sifatnya, kalau sedang mood bercerita dia akan
bercerita jika tidak dia lebih memilih diam.
“Ya, mas, bisa,
ada apakah?”
Tak beberapa
lama nada dering BB tanda ada panggilan terdengar. Dan pembicaraan terus
mengalir. Dia bercerita bahwa temannya di kantor, yang juga dosen fotografi di
universitas swasta ternama di Jakarta. Aku tidak tahu asal muasal teman mas
menawari untuk memfoto prewedding kita. Mungkin karena qt belum melakukan sesi
itu.
Teman mas berjenis
kelamin wanita sebut saja Bu Ana. Dia sebenarnya tidak satu gedung dengan calon
suami saya. (sekarang suami saya). Mungkin karena mas sering membantu keperluan
komputer plus printil-printilannya, jadilah mereka berakrab ria.
Tidak banyak
yang kuketahui tentang bu Ana. Masku tak banyak bercerita, yang kuketahui dia
sudah berkeluarga dan mempunyai anak satu berumuran 5 tahun. Suaminya
fotografer sebagai fotografer kompas.
Sebenarnya
untuk hal ini, kami mempunyai kesamaaan pengertian untuk tidak melakukan sesi
pre wedding ini. Selain karena dalam keluargaku tidak ada tradisi ini, tetapi
juga karena alasan lain. Dalam foto prewedding yang marak kita lihat, antara si
calon pengantin pria dan wanita berpose yang mesra, ada kedekatan fisik dan
emosional. Padahal mereka belum syah menjadi suami istri. Tentu itu melanggar
syariat yang kita yakini.
Jika kita
frontal mengatakan itu pada bu Ana, kami takut membuatnya tersinggung. Dan kami
makin sungkan ketika Bu Ana sengaja ingin menyumbangkan keahliannya memfoto
sebagai kado pernikahan. Itu berarti dia bersedia memfoto secara gratis tidak
mau dibayar. Hal itu membuat kami makin tidak enak menyampaikan pemahaman kami.
Akhirnya kami
berdua berdiskusi, kami putuskan untuk tetap menyanggupi permintaan bu Ana untuk
melakukan sesi itu, dengan catatan tidak ada adegan pegang tangan,
peluk-pelukan apalagi pangku-pangkuan. Tempat di outdoor alias di area terbuka
dengan harapan akan banyak orang sehingga tidak berdua-duaan.
Hari
pemotretan pun telah tiba, Bu Ana memilih hutan kota di daerah senayan. Area
hutan kota dilengkapi dengan jogging
track dan pada hari Minggu ramai pengunjung datang untuk olahraga. Tema
yang kami pilih juga tentang olahraga sehingga tidak butuh kostum yang formal
dan pangku-pangkuan.hehehehe…
Bu Ana datang
bersama seluruh anggota keluarganya, ditemani suami dan anaknya. Sesi foto
berlangsung dan seperti dugaanku, bu Ana orang yang baik, ramah dan tidak
memaksakan pendapat, bisa mengarahkan. Kami puas dengan hasil jepretannya.
Padahal kamera yang dibawa pun kamera sederhana, pencahayaan hanya mengandalkan
penerangan alam. Konsep yang sederhana. Tidak ada hiasan pendukung lain, seperti
layaknya foto prewedding. Cukup dengan air minum yang memang kami sengaja bawa
untuk bekal minum setelah berolahraga. Mungkin orang yang melihat lebih melihat
kami berolahraga daripada sesi foto.
Pengunjung taman
kota ini bervariasi dari yang anak-anak, anak muda dan tua. Ada yang menarik
dari salah satu pengunjung yang sebuah opa-opa. Dia melihat kami berfoto,
tiba-tiba opa menghampiri “Mau opa bantu memfotokan?”. Dia menawari dengan
ramah. Kami tersenyum dan bilang “ Tidak, terima kasih Opa”. Opa terlihat sudah
lanjut tetapi masih sehat, dia terlihat akrab dengan hutan kota ini.
Setelah
selesai pemotretan, kami pun bingung, dimana kita memajang foto. Biasanya orang
memasang di acara resepsi pernikahan. Padahal kami berniat untuk tidak resepsi,
hanya nikah KUA dan syukuran saja. Kalaupun ada resepsi, budaya memajang foto
prewedding tidak ada dalam tradisi kedua kelaurga kami. Dan kami malah beradu
pendapat jika ditentang oleh keluarga. Keluargaku dan keluarga calon hampir
sama, mereka berpendapat bahwa foto prewedding sebaiknya tidak diadakan dengan
alasan yang sudah kuceritakan sebelumnnya.
Ya begitulah
tiap orang punya pilihan dan punya pemahaman yang berbeda. Lain lubuk lain
ikannya.
Komentar
Posting Komentar