Ibu yang Hebat
“Urutan
keberapa mbak?” tanya seorang ibu membuka percakapan. Dia terlihat bersama
kedua anak laki-laki yang kembar.
“Saya
ngantri obat bu, tidak periksa.” Jawabku.
“Oh, saya
pikir mba priksa juga, kalau saya menemani suami, dia sedang priksa di dalam”.
Dia berusaha menjelaskan.
“Anaknya
kembar ya bu, anak pertama yang mana?” tanyaku
“Anak
pertama sudah masuk SD, ini anak kedua dan ketiga mbak” jawabnya memberi
penjelasan.
“Repot ya
bu, apalagi kalau masih minum ASI, kan biasanya anak cowo minum ASInya kuat”
tanyaku sok tahu hehehhe
“Ya
begitulah mbak, tapi ya Allah itu adil koq, saya diberi anak kembar artinya
saya pasti siap untuk itu. Alhamdulillah saya tidak merasa repot ya sama saja
sewaktu saya punya anak satu. Intinya kita sebagai wanita jangan mudah
mengeluh. Saya sering lihat, orang hamil dan menyusui tidak berpuasa, padahal
kalau berpuasa juga sebetulnya tidak mengapa. Si ibu udah khawatir duluan.” Dia
menjelaskan.
“Alhamdulillah
saya baik-baik saja, waktu saya hamil saya tetap berpuasa dan ketika seperti
sekarang saya masih menyusui, saya juga berpuasa. Kalau dibayangkan kadang
tidak dinalar, hari-hari biasa saja mereka berdua kuat neteknya. Apa iya saya
sanggup puasa. Tapi setelah dijalani, ya ternyata dimudahkan. Saya kuat dan anak-anak
juga sehat tidak ada keluhan. Alhamdulillah”, dia menjelaskan.
Ada
kekaguman terhadap ibu ini, kelihatan begitu tulus dan ikhlas menjalankan
perannya. Timbul ketertarikan untuk bertanya kembali. “Ibu bekerja atau ibu
rumah tangga?” tanyaku.
“Saya
punya kios baju mbak, di pasar Ciputat, ayo mampir, nanti saya diskon..hehehh”,
jawabnya sambil tetep promosi, hehhehe.
“Iya,
tapi saya jarang ke pasar ciputat, malah belum pernah, saya lebih sering ke
Jakarta.” Jawabku.
“Ya
sekali-sekali main-main ke Ciputat, kan dekat kan, emang tinggal dimana?”
tanyanya.
“Di
pondok cabe sih bu, hehhe” jawabku. Ya begitulah percakapan kami mengalir
begitu saja. l
‘Saya
juga pengen punya anak kembar, ya si kelihatannya repot tapi ntar kalau dah
lahir, membesarkannya sekalian,” ceritaku mulai berargumen.
“Kalau
anak kembar itu ya harus ada gennya, dan
walaupun ada gennnya ya belum tentu juga jadi kembar, sulit diperkirakan mbak,
emang mba ada gen kembarnya?” tanyanya
“Ada sih
dari Ibu.” jawabku.
“Ya
mudah-mudahan bisa dapat gen kembar, tapi kalaupun tidak ya tidak mengapa kan?
jadi mbak belum punya momongan nih?”tanyanya.
“Belum
bu, lha saya belum nikah juga” jawabku.
“Ya ampun
ya nikah dulu, baru punya anak”, ibu berkata sambil tersenyum.
Tak
terasa namaku disebut, setelah aku membayar, aku berpamitan dengan si ibu. Aku
pulang dengan CDR dan Kalk di tanganku.
Ciputat, akhir Ramadhan
Komentar
Posting Komentar