Claritza dan Jilbabnya
Claritza
berasal dari bahasa Yunani, asal para filsuf terlahir. Claritza berarti pintar
(bijaksana), dengan berbagai macam variasi yaitu Clarissa, Claresta, Clarizza,
Clarisya. Jikapun salah menyebut dengan salah satu variasi, masih berarti sama.
Claritza adalah nama panggilan putri pertama kami. Adapun, yang memberi nama
bukanlah mamanya, melainkan papa. Aku tak tahu pasti papa dapat dari mana,
hanya aku sebagai seorang mama pengin juga nyumbang nama dan requestnya adalah
yang artinya sama dengan mamanya “brilliant” yang artinya pintar. Bukankah nama
itu doa. Jadi, wajar aku pun berkeinginan agar ade jadi anak yang pintar.
Ini bukan
cerita soal nama melainkan soal tingkah Claritza dan Jilbabnya. Ritza, untuk
singkatnya aku sering memanggilnya begitu, itupun bukan tanpa arti. Ritza kalau diartikan nama modern yang berarti mewah dan elegan,
dengan berbagai macam variasi yaitu ritzy, lani, mercedes, livia, aloha. Dan,
setelah googling, nama ini pun tak pasaran, sama lah seperti nama mamanya
hehehe.
Kembali ke soal
jilbab, Ritza dari kecil sudah sering didandanin oleh mamanya memakai pita,
bando, jepitan, topi, dan pernak-pernik cewe. Tetapi, dasar anak-anak, dia tak
betah dan mengambil sendiri, mungkin merasa risih. Akhirnya iseng-iseng mamanya
memakaikan potongan kain syal dibuat menjadi jilbab. Tak disangka, Ritza
anteng, sungguh di luar dugaan.
Sampai suatu
saat, aku beli kerudung untuk Ritza dan benar, dia memakai tanpa perlawanan,
langsung biasa aja seperti nyaman. Anak pintar pikirku…sesuai namanya..hehehhe.
Kemudian, suatu saat aku menunggu abang sayur datang. Karena agak lama, sambil
menunggu aku dan Ritza main di kamar. Jilbab aku lepas, aku letakkan dekat
tempat tidur. Yang dinanti pun tiba, abang sayur datang. Aku mencari-cari
dompet.
Subhanalloh…
Ritza anak sekecil itu (8 bulan) merangkak mengambil jilbabku dan menyeretnya
mendekat padaku sambil berkata “em” seperti menunjukkan padaku. Mungkin dia
berpikir, aku mencari jilbab.hehhehe..berarti dia sudah mulai mengerti sebab-akibat.
Aku tersenyum dan meraihnya, memakainya dan membopongnya. Dia pun terlihat
happy.
Aku ceritakan
ini ke papa dan akhirnya kita berdiskusi soal jilbab. Berawal dari masa kecil
kita, keluarga papa tidak pernah memaksa anak-anak mereka dengan memakai jilbab
bahkan tidak pernah membahas mengenai jilbab, membiasakan memakai jilbab, dan yang lebih diutamakan adalah mengaji dan
sholat serta puasa. Lain keluarga papa lain keluarga mama. Keluargaku lebih
sering membiasakan anak-anaknya memakai jilbab, dan baju panjang. Heheheh
mungkin inilah yang membuat tubuhku putih hehhehe tak pernah kena panas. Setelah
kami baligh (mens), bapak menyuruh memakai jilbab, dan memberikan ceramah
tentang perintah menutup aurat. Ada yang setuju kemudian memakai jilbab, ada yang
setuju tetapi belum mau memakai. Mengenai satu ini, bapak memberikan pilihan
tanpa ada paksaan. Pernah suatu kali, mbakku ketahuan lepas jilbab sepulang
sekolah, dan ketahuan bapak, bapak sama sekali tidak marah dan berkata “mba,
anak pertama, harusnya buat contoh adenya, kalau berangkat pakai kerudung, masa
pulangnya engga, bapak mungkin tidak tahu tapi kan Allah tahu, jadi yang
ditakutin mba, bapak atau Allah? Harusnya yang ditakutin mba ya Allah, wong
bapak bisa kapan aja meninggal, terus kalau yang ditakutin bapak, pas bapak ga
ada, bapak takut mba bisa salah jalan kalau gitu, mau?”. Hehehe… kurang lebih
begitu perkataan bapak. Entah mengapa bapak sering sekali bawa-bawa kematian
kalau nasihati dan beliau selalu memberikan pilihan kepada anaknya.
Tiap orang punya
cara tersendiri untuk mendidik anaknya, mungkin itulah cara yang ditempuh
bapak. Secara pribadi, aku yang juga saat ini mempunyai anak perempuan merasa
senang jika anak perempuanku juga ikut memakai jilbab bersama Anda. Akan tetapi, apakah si
kecil benar-benar berniat memakai jilbab karena keinginan sendiri, atau karena
Anda paksa? Jangan sekali-kali main paksa. Salah-salah, Anda malah membuat si kecil
‘trauma’ dan menolak memakai jilbab saat sudah lebih dewasa. Mungkin
tipsnya adalah
Pertama, Kuncinya:
Jangan Main Paksa!
Membiasakan
anak memakai jilbab sejak kecil memang baik, tetapi juga harus ikut menanamkan
pemahaman sesuai daya tangkap si anak bahwa memakai jilbab adalah sesuatu yang
baik. Alih-alih memaksa, kita harus
membuat si anak menumbuhkan niat untuk memakai jilbab. Salah satunya adalah
dengan mengembangkan kebiasaan berjilbab yang baik dan benar dari diri sendiri.
Dengan mengembangkan kebiasaan baik, anak kita pun akan meniru.
Ingat,
masa balita dan masa kanak-kanak adalah masa dimana anak senang meniru apa
saja. Jika anak terbiasa melihat kita memakai jilbab yang
apik dan sopan, lama-kelamaan pasti akan timbul rasa penasaran anak tersebut
untuk ikut mencoba. Saat ketertarikan itu mulai muncul, kita
bisa
coba memperkenalkan anak pada model-model jilbab anak yang lucu dengan
warna-warni cerah untuk memikatnya.
Kedua, Memilih Jilbab Anak
yang Pas
Saat
memilihkan jilbab untuk si kecil, pastikan kita mengajaknya jika
sudah cukup besar dan bisa memilih. Dengan diajak memilih bersama, anak akan
mengembangkan rasa suka pada jilbab tersebut dan akan merasa lebih senang
memakainya, karena sesuai seleranya. Jangan lupa untuk memastikan bahwa jilbab
yang kita pilih
terbuat dari bahan yang nyaman, menyerap keringat , mudah dipakai dan ukurannya
pas untuk kepala si anak.
Satu
hal lagi: jika Anda memang berniat mengajari anak memakai jilbab, jangan
separuh-separuh. Misalnya, anak dipakaikan jilbab tetapi bawahannya kaos tanpa
lengan dan celana selutut ketat. Pastikan Anda mulai memilihkan baju yang pas
dipakai bersama jilbab, misalnya rok, baju terusan, kaos lengan panjang dan
blus. Pilihkan dari bahan yang ringan dengan warna-warni kesukaannya. Hehehe…tapi
yang ini kadang-kadang Ritza masih sering lakukan, soalnya baru pengenalan
saja, masih 8 bulan..Semoga kelak Ritza bisa bijaksana menentukan pilihan…amin..
Bojongsari, Sawangan, Ritza 8 bulan, Awal Desember 2014
Komentar
Posting Komentar