Memberi Akan Menerima



Aku merupakan orang yang tidak termasuk suka ngetekin HP. Artinya membawa kemana2 dan mengecek kapan saja. Ketika sudah malam dan kemungkinan tidak ada yang menghubungi, aku biasanya meletakkan HP sekenanya.
Ketika pagi2 akan menyiapkan barang2 yang akan kubawa. Aq melihat ada sms dari temanku nan jauh di sana, di lapangan Banteng. 

Apakah dg bertanya, kpd seseorang ttg hal2 yg dikuasai akan menumbuhkan kepercayaan diri org tsb dan sebaliknya?

Kira-kira begitulah smsnya. Huwa…kerasa kesindir nih. Tapi biarlah memang kenyataan, bukankah memang berlaku hukum demikian. Jika kita memberi sesuatu maka sesungguhnya kita akan menerima itu. Jika kita mengajarkan sesuatu, justru ilmu itu tidak akan makin berkurang malah sebaliknya ilmu kita nambah.
Hal yang membuatku kagum, sahabatku satu ini, pandai sekali mengkorek2 informasi. Dan salah satunya dengan strategi bertanya.hahhaha. Setelah lama bergaul, ternyata dia menggunakan strategi yg sama kepadaku. Cakep. Wkkwk.
Rasa dibutuhkan oleh orang lain membuatku lebih semangat. Seperti pengalaman yang kurasakan ketika esok paginya aku akan mengajar, membayangkan wajah2 anak bangsa yang haus akan ilmu. Aku lebih semangat, merasa percaya diri. Tidak ada dalam benakku mereka membenciku. Kalaupun ada segera aku tepiskan. Dalam benakku selalu ada pengertian, selagi  mahasiswa duduk di kelas, berarti mereka masih butuh aku untuk mengajar. Apapun ulah mereka di kelas, itu merupakan proses kegiatan belajar mengajar dan jadi tanggung jawabku sebagai seorang dosen. Melihat wajah2 mereka berhasil mendapatkan sesuatu yang diharapkan merupakan kebahagiaan sendiri buatku. Mungkin bahagianya lebih dari ketika mendapatkan bonus dari atasan.hehhe.
Sebaliknya, kegagalan mereka merupakan kegagalanku juga sebagai pengajar. Belakangan aku tahu penampilan drama sahabatku ini kurang memuaskan karena dia dilanda serangan grogi. Apapun itu tentu karena aku belum berhasil mentransfer ilmu padanya. Kegagalan itu pun pernah terjadi padaku ketika aku gagal membimbing Mimi, murid privatku masuk ke kedokteran umum UGM. Saat itu aku bekerja di suatu lembaga bimbingan belajar. Meskipun dia akhirnya masuk sesuai pilihan kedua yaitu Akuntansi UGM. Rasa bersalah itu tetap ada. Dari awal memang pihak lembaga, memberi arahan bahwa hasil try out Mimi jauh dari standar jika ingin mengambil KU. Dia tetap bersikeras dan kami pun mendukungnya.
Hal yang aku syukuri adalah pengalaman mengajar di lembaga bimbingan belajar. Di sisi lain memang dituntut banyak tekanan, pengajar harus mengamati perkembangan, meningkatkan kompetensi dan mengantarkan keberhasilan peserta didik. Buatku itu sebuah tantangan. Ketika kita merasa belum berhasil mencapai aspek2 itu, lembaga tidak langsung memutuskan kita gagal tetapi lebih pada komunikasi dan tidak berdampak terhadap gaji. Lain halnya jika kita berhasil mendapatkan aspek2 dan puncaknya bisa mengantarkan peserta didik menuju keberhasilan dengan ditandai nilai yang bagus atau diterima di perguruan tinggi yang diharapkan maka akan berdampak pada gaji kita.hehheh
Aku memulai karier mengajar di lembaga bimbel lumayan lama, dari aku belum tahu apa2 tentang jogja dan sekolah2nya sampai aku hafal jalan dan sekolah2 favorit sejak aku bekerja di lembaga bimbel. Jam terbangku pun beragam, dari mulai SD sampai SMA dan bahkan ada yang kuliah. Bagi yang kuliah karena nilai bahasa Indonesia mereka kurang memuaskan. Perlu diketahui Bahasa Indonesia merupakan MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) sehingga apapun jurusannya minumnya eh tetap dapat makul Bahasa Indonesia. Murid pertamaku bernama Axel dan Varrel. Kakak beradik dari keluarga Tionghoa campuran Jawa. Mereka muslim dan tinggal bersama nenek kakek mereka yang beragama Non Islam. Dari keluarga ini aku belajar tentang tenggang rasa, menghormati keyakinan orang lain dan kekeluargaan. Axel dan Varrel juga anak yang manis dan cerdas. Meskipun Varrel manja sekali, sewaktu kuajar dia masih kelas 2 SD. Kadang aku tidak boleh pulang, karena Varrel merasa dekat denganku dan menganggapku seperti kakak. Sedikit demi sedikit aku bisa memberi pengertian bahwa aku guru dan aku tugasnya mengajar sehingga kalau ada aku berarti mereka harus belajar. 

Pengalaman mengajar secara privat dan klasikal membuatku tidak terlalu grogi untuk tampil berbicara di depan umum. Ketika aku menjadi dosen sebuah akademi di Yogyakarta, aku tidak terlalu menghadapi kesulitan.
Entah keberuntungan atau apa, aku selalu mendapatkan murid dengan keluarga yang ramah, baik dan perhatian dengan aku. Bahkan aku tidak menyangka kebaikan wali murid melebihi dugaanku. Pernah sekali aku menemukan orang tua yang ekstra cuek. Tetapi tanpa mereka minta, aku senantiasa menyampaikan perkembangan anak mereka, kelebihan dan kekurangannya, senantiasa memberikan motivasi dan optimis untuk hasil yang lebih baik. Pada akhir jelang UAN aku pun meminta  maaf dan mendoakan murid bisa mengerjakan ujian, dan tanpa diduga ibu itu memberikan bingkisan sebagai tanda terima kasih.
Itu faktor yang berasal dari orang tua, lain halnya faktor yang berasal dari latar belakang anak. Aku pernah mengajar anak tuna rungu wicara, selalu membuat ulah (nakal), suka tawur, suka balapan, anak yang kalau les harus didampingi pacarnya, pandai luar biasa sampai bingung yang dia belum tahu itu apa, yang hanya bertahan belajar tak lebih dari 15 menit, harus belajar dengan anjingnya, punya teman dari dunia lain sehingga membuat horor dan masih banyak lagi. Alhamdulillah aku bisa menangani. Lain waktu mungkin akan kuceritakan satu persatu trik dan tips mengajar. Bahkan sampai sekarang masih banyak murid yang berkomunikasi denganku. Aku rindu mengajar. Aku berdoa agar diizinkan kembali mengajar, entah mengajar mereka yang kurang beruntung atau mengajar tiwi2 junior. Mempersiapkan mereka agar lebih sehat, kuat, pandai dan ceria.

Pondok Cabe, 1 Mei 2012

Teruntuk sahabatku di lapangan Bantenng: maafkan aku tak banyak membantu



Komentar

Postingan populer dari blog ini

IELTS

Tes Bahasa Hingga Akademik

Review Kantong Asi Untuk Si Ade Zio