Manajemen Pohon Pisang



Ini bukanlah sebuah kisah tentang pohon pisang atau berhubungan dengan teknik menanam pohon pisang. Ini sebuah ajaran yang berkembang di keluargaku.  Aku tidak tahu pemikiran ini dimulai dari siapa dan kapan? Pemikiran tentang tradisi misah setelah menikah. Berdasarkan cerita dari nenek dan kakek. Mamah dan ayahku ketika menikah langsung misah, tidak tinggal di rumah mbah. Begitu juga, kakak-kakakku juga seperti itu, jarang yang tetap tinggal di rumah atau seperti istilah yang keren disebut “pondok mertua indah”.
Mengapa disebut manajemen pohon pisang? Sebab kehidupan rumah tangga diibaratkan dengan pohon pisang.  Jika pohon pisang telah dewasa dan siap untuk diliar, maka pak tani akan meliar. Kehidupan pohon pisang yang diliar dan kehidupan pohon pisang yang dekat induk akan berbeda. Pohon yang jauh dari induk akan tumbuh dengan subur, lekas berbuah dan berbuah manis. Begitulah kira-kira filosofi yang keluarga kami sering ajarkan.
Seperti  layaknya kami yang baru menikah, berdasarkan hasil diskusi dan keputusan bersama, kami memilih untuk menyewa rumah yang mungil. Meskipun ada pilihan untuk tinggal di rumah yang diperuntukkan untuk suami namun berdekatan dengan mamah (mertua). Kami tidak memilih itu. Ada  banyak pertimbangan kami memilih itu, yang terutama kami ingin hidup lebih mandiri. Tidak selalu dikit-dikit mamah..dikit-dikit orang tua. Giliran senang , orang tua tidak diingat, giliran susah orang tua yang direpotkan. Walau kami tahu orang tua malah senang direpotkan, tapi kami memilih untuk tidak merepotkan. Itu harapan kami.
Belum lagi tentu akan memunculkan beberapa persoalan jika berdekatan dengan orang tua. Tidak hanya mengenai kemandirian tetapi juga mengenai batasan privasi untuk mengatur rumah tangga bahkan dalam memutuskan persoalan. Orang tua kerap kali  masih terbiasa memperlakukan anak yang sudah menikah seperti layaknya anak yang masih single. Padahal idealnya hal itu haruslah berbeda. Anak yang sudah menikah punya kapasitas untuk hidup lebih mandiri dari berbagai segi, baik dari segi finansial dan tanggung jawab memenuhi kebutuhan diri. Orang tua kerap terlalu sayang untuk melepaskan anaknya hidup mandiri.
Secara logika, makin banyak orang dalam suatu rumah, atau setidaknya ada dua kepala rumah tangga dan ada dua nahkoda tentu menimbulkan berbagai masalah. Tentu tidak selalu memunculkan masalah, hal positif  yang bisa diambil. Misalnya, hubungan orang tua dan menantu menjadi akrab. Secara finansial jika anak belum bisa memenuhi kebutuhan keluarga barunya, bisa terbantu oleh orang tuanya karena dapur masih satu. Atau bisa sebaliknya jika ekonomi keluarga bisa ditopang bersama anak sehingga menjadi ringan.
Pelajaran lain yang bisa diambil dari pohon pisang adalah bentuknya yang lurus. Mbah mengajarkan kita perlu mencontoh pohon pisang yang bentuknya lurus. Lelaki atau wanita yang telah menikah harus jejeg fokus pada apa yang akan dicapai, setia dan tidak mudah bercabang-cabang. Pohon pisang tidak akan mati jika belum berbuah. Begitu juga rumah tangga, atau orang pada umumnya haruslah berkontribusi bagi sesamanya. Hal lain adalah pohon pisang tidak akan mati jika belum bertunas yang kelak menjadi anak-anaknya. Begitu pula manusia harus bisa mendidik anak-anak agar kelak bisa mandiri dan bisa hidup dengan akar sendiri.
Semoga ke depan kita senantiasa bisa mandiri tanpa merepotkan kedua orang tua. Justru malah bisa membahagiakan orang tua dan menjalankan fungsi kita yang menghormati orang tua serta menghasilkan generasi yang sholeh/sholehah serta ulil albab. Amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IELTS

Tes Bahasa Hingga Akademik

Review Kantong Asi Untuk Si Ade Zio