Catatan Pilkada Jakarta




Senangnya libur pilkada DKI begitulah curhatan seorang teman yang bekerja di DKI. Sementara saya masih bergelut dengan pekerjaan saya dan menghormati teman-teman yang berdomisili di Jakarta untuk menunaikan haknya. Begitu toleransi suasana di kantor. Saya pun tidak ngiri untuk meliburkan diri. Dan banyak juga rekan-rekan yang masuk dan berpikiran sama dengan saya, barangkali. Kantor saya jauh dari gambaran stigma buruk terhadap PNS, masih banyak orang yang menghormati diri sendiri dengan tetap profesional. Saya sadar betul bahwa saya digaji oleh rakyat yang untuk menghasilkan sebutir nasi butuh peluh dan cucuran keringat. Itu yang membuat bersyukur. Saya pun bersyukur masih bisa menikmati lingkungan yang nyaman, tenang, udara yang segar dan bebas polusi, sumber air tanah yang jernih luar biasa dan tentu bukan di Jakarta. Akan tetapi, cukup dekat akses ke Jakarta.

 Jakarta hanya tempat cari duit, menurut saya. Secara takdir saya ketrima menjadi PNS kementerian pusat. Tapi untuk pilihan tempat tinggal, membangun keluarga, saya memilih di luar jakarta.

Bukan apa2, masih adakah tempat tinggal di jakarta yang nyaman, luas, udara segar dengan harga yang dapat dijangkau?

Kalau saya mengamati, umumnya pekerja pekerja muda seumuran saya, kalau masih single, ia nge-kost di perumahan2 dengan gang sempit (+ comberan yang menghitam) di dekat kantornya. Kalo yang kerja di jakpus, biasanya ngekos di cempaka putih, kwitang, kebon sirih dan tanah abang. Yang kerja di sudirman-kuningan, umumnya nge-kost di kebon kacang, mampang, setiabudi, pejompongan. Yang kerja di kebayoran, nge-kost arah selatan dari pasar minggu sampai lebak bulus.

 Saya juga sempat heran dan takjub mendengar curhatan teman, dia ngekos di bagian bawah plaza senen. Itu awalnya jadi ruko, tapi karna gak laku, dijadikan kost2an. Saya mikir, emang ada jendela nya?!

Tapi bagaimana ketika mereka menikah? Ada tiga skema. Pertama, bertahan ngontrak di perumahan gang sempit dengan harga paling murah 10jt per tahun, fasilitas kamar 1, kamar mandi 1 dan ruang tamu.

Kedua, ngekost di kamar pasutri (lebih luas dikit dengan kamar mandi dalam). Biasanya ini buat mereka yang masih awal2 pernikahan dan kerjaan padat di kantor. Dan tarifnya berkisar 1,2jt-2 jt per bulan.

Yang terakhir, ya menyingkir ke luar jakarta entah tangerang, depok, bekasi juga bogor. Supaya dapet kontrakan yang harganya lebih murah, atau langsung ambil rumah. Dan lingkungan yang lebih manusiawi.

Jujur, saya salut dengan masyarakat jakarta yang mampu tinggal di perumahan gang sempit. Bahkan yang di perumahan kumuh. Sudah kotor, sering kena kebakaran. Jadi, masyarakatnya lah yang kuat. Demi bertahan hidup.

Tapi sayangnya, mungkin karena masyarakat jakarta gak kapok kapok diterpa ujian hidup, pemerintah daerahnya menjadikan alasan pembiaran.

Eh yang saya tulis ini bukan masyarakat jakarta yang kaya raya, hidup menjulang. Yang tinggal di rumah mewah di kawasan Menteng (tu rumah pajaknya aja 2 juta!>.<), atau pondok indah, kelapa gading, atau yang lagi muncul di iklan, pantai indah kapuk. Bukan juga yang tinggal di apartemen ekslusif macam di scbd, kalibata atau kemayoran.

Jakarta njomplang abis. Dan saya yang pragmatis, cari duit di jakarta, buang duit di kebumen dan jogja.
Semoga jakarta menjadi lebih baik di bawah tampuk gubernur yang baru, siapapun pilihan Anda.

Pondok Cabe, 20 September 2012



Komentar

Postingan populer dari blog ini

IELTS

Tes Bahasa Hingga Akademik

Review Kantong Asi Untuk Si Ade Zio