Ikhlas Tak Semudah Mengucapkannya



Ya, saya ikhlas”..kata-kata yang kerap kita lontarkan atau kita dengar. Ikhlas, satu kata yang mudah diucapkan tetapi tak semudah itu menjalankan. Ikhlas menerima apa-apa yang sudah diberikan pada kita, tak da keluhan, tak da penyesalan dan kesedihan, total tunduk tawadu padaNya.
Kata itu, seringkali terdengar keluar dari keluarga kami. Bermula ada seorang kerabat datang ke rumah untuk meminta petungan, untuk menentukan hari pernikahan. Kebetulan pak dhe/bapak ku termasuk orang jadul yang mengetahui cara menghitung. Bapak menyampaikan hasil petungannya kepada orang itu, tidak ada masalah. Hal itu tidak terlalu menggelitik otakku, justru aku lebih tergelitik dengan satu hal. Bapak menyampaikan bahwa itu hanya sebuah hitungan yang matematis, cinta dan segalanya tidak selalu bisa dihitung. Bapak memberi pemahaman, sebagai orang Jawa, bapak diberi kemampuan menghitung, akan tetapi itu bukanlah harga mati, diskusikan dengan keluarga calon besan. Punyalah keyakinan bahwa seluruh hari itu baik. Hal lain yang menggelitik adalah ketika pak dhe menghitung sebagai mana aku membaca garis tangan, tentu kita secara tak langsung tahu/membaca hal buruk yang kemungkinan akan terjadi pada orang tersebut. Tanpa berniat mendahului takdir, bapak selalu menyampaikan yang baik.
Aku pun tak kuasa bertanya ketika siang itu kami duduk berdua di serambi teras.
“Pak, bapak yakin telah menyampaikan semua yang bapak tahu ke mas-mas tadi?”, terus kenapa bapak menanyakan kepada mas tadi “Apa kamu dah istikharah?”
Aku diam menunggu jawaban bapak. Bapak menatapku “Kenapa kamu tanya gitu?”, menurutmu bapak menyembunyikan sesuatu?”
Bukan Bapak kalau tak mengajakku berpikir dan melatih menebak, pikirku dalam hati. “Ayolah pak cerita, kan aku juga ga kenal mas2 tadi, lagi pula kan biar aku bisa tahu” Aku merayu bapak lagipula aku malas berpikir untuk kondisiku yang demam.
“Bapak melihat, tentu dari hitungan, bukan dari makhluk gaib atau apa, bapak melihat bahwa ada saat dimana kedua calon pasangan tadi akan ada fase mengalami sakit-sakitan. Bapak melihat di hati mas2 tadi belum jejeg sebagaimana seharusnya laki-laki makanya bapak menanyakan apakah dah mantep, itu maksud dari istikharah”.
Seperti biasa kata-kata dari bapak sangat simbolik. Diskusi mengalir di antara kami generasi yang terpaut berpuluh-puluh tahun. Bapak memilih untuk tidak menyampaikan kepada pemuda tadi karena bapak takut jika ucapannya justru membawa pengaruh tidak baik pada pemuda tadi, justru malah bisa menggagalkan pernikahan. Orang berniat menikah artinya dia orang baik yang mau menunaikan hal yang baik. Tidak etis rasanya menggagalkan niat baik itu. Bapak hanya melihat bahwa laki-laki itu belum jejeg. Mengapa bapak bisa melihat seperti itu? Ternyata menurut kacamata bapak, seorang laki-laki yang jejeg itu adalah laki-laki yang ikhlas. Ya, kata itu muncul dari bibir beliau. Ikhlas menerima apapun yang Allah berikan padanya. Kalaupun pernikahan mereka jatuh pada lara atau pasangan akan sakit-sakitan, itu diterima dengan legowo.
Perlu diketahui, hasil dari perhitungan biasanya ada sri, lungguh, bandha , lara  dan pati. Sri artinya berkecukupan pangan, Lungguh artinya mempunyai kehormatan dan kekuasaan, Bandha artinya melimpah hartanya, Lara artinya sakit-sakitan dan Pati artinya salah satu pasangan akan meninggal terlebih dahulu. Jika pasangan dihitung akan jatuh pada salah satu posisi itu. Itu teori menurut bapak tetapi lagi-lagi semua bisa diubah sejalan dengan ikhtiar manusia. Kita memang tidak bisa berkelit dari namanya punya makanan, punya kekuasaan, punya harta, sakit dan meninggal. Tetapi bagaimana sikap kita menghadapi itu semua, nyerah begitu saja, berikhtiar dan berdoa. Faktor positifnya adalah sebagai pengingat dalam langkah agar lebih berhati-hati.
Akupun bercerita pada bapak tentang teman yang mengatakan bahwa orang seperti kita akan mudah mendapatkan apa yang kita inginkan. Menanggapi kata-kata itu, bapak antara setuju dan tidak setuju. Setuju karena orang seperti kita yang tahu akan cenderung hati-hati dalam melangkah. Bahkan bapak tahu ketika ada orang yang sengaja dibuat jatuh cinta (Kedanan) ngebet  nikah atau mbojo. Kata bapak cirinya prosesnya biasanya kilat, pandangan si fulan yang dibuat kosong, kelihatan linglung dan tidak tegas serta lelah. Tidak setuju dengan pernyataan itu karena apapun itu semua bergantung dari iktiar dan doa kita. Bapak mencoba mengajakku menganalisis mas2 yang datang pagi. Dari pasuryan (mata secara kasat) mas2 tadi kelihatan kosong, linglung, tidak tegas, bingungan dan lelah. Setelah bapak tanya-tanya ternyata yang minta dinikahi dari pihak putri, itu artinya ada sesuatu. Kalau hamil duluan sepertinya tidak. Mungkin si putri ini secara spiritual lebih dari si mas2 tadi. Secara positif, tirakat si putri ini lebih tinggi dari si mas2. Secara negatif, si putri ini pengaruhnya besar terhadap si mas2 tadi, sampai apapun yang diminta di putri akan dituruti. Aku pun bertanya balik, “Bukankah si mas2 tadi melakukannya karena cinta?”.
Bapak menjawab dengan hal yang tidak menjawab “Apakah segala persoalan bisa selesai dengan cinta?”, pertanyaanmu menunjukkan seperti kamu orang yang tidak tahu”. Kali ini bapak membiarkan putrinya ini berpikir dengan pradigmanya sendiri dan memberi kebebasan untuk berasumsi. Ya, aku menerawang, segala hal yang pasti akan terjadi tetapi yang terutama sikap kita menghadapi hal yang pasti itu.
Melihat seakan pikiranku yang seakan begitu liar. Bapak mencoba mendialektikakan pikirku. Bapak mengajak fenomena yang melekat dihidupku. Aku tidak bisa mengingkari bahwa di usia  19 tahun aku harus kehilangan kedua orang tuaku. Logikanya aku akan kekurangan, putus kuliah dan lain sebagainya. Alhamdulillah, berkat kebaikanNya, usaha dan doa kita semua kamu bisa melalui itu semua, bisa hidup nyaman dan berbahagia. Tidak semua anak yatim piatu yang tidak punya harta apa2 bisa sepertimu nak, ragil kuningku. Kenapa kamu bisa melaluinya? Pertanyaan bapak, kembali membuatku berpikir dan belum kutemukan jawabnya. Karena kamu ikhlas. Kata itu muncul kembali. Ya, barangkali aku sampai tahap itu, tak da tangisan, tak da keluhan, pasrah menerima apa yang diberikan. Satu kata yang diberikan hari ini oleh bapak.
Lagipula bapak tidak telalu mengkhatirkan kamu kelaparan, karena secara petungan  kamu juga rezekinya lancar, kamu itu bawa rezeki jadi dimanapun kamu berada, bapak yakin kamu bisa hidup. Coba diingat kamu pernah hidup susah banget tidak? Dan jawabannya tentu tidak. Aku merasa sangat berkecukupan dan bersyukur. Aku pun iseng bertanya “kalau seperti aku ga cocoknya sama siapa pak?”. Bapak menjawab yang wetonnya wage, karena kamu suka adu argumen, seperti kamu sama bapak kan sering silang pendapat. Hahahh. Rupanya bapak curhat colongan. Aku menjawab lagi “Tetapi wagenya sayang kan sama aku?” merajuk seperti anak-anak. Bapak menjawab “ Iya, wage cenderung akan melindungi dan menyayangi kamu cuma ya caranya dengan adu argumen”. Aku mencoba menggali lagi seperti apa karakterku berdasarkan petungan bapak. Kata bapak, aku bakal punya anak banyak, berkharisma sehingga cocoknya sebagai politikus atau pengacara, dan pintar menyembunyikan analisisnya.
Aku teringat kata ikhlas. Kata itu pula yang sedang kuaplikasikan dalam masa-masa ini. Ketika cinta harus dikubur dalam-dalam, ketika harus melepas sahabat menuju jenjang yang lebih tinggi, dan ketika rumah tak jadi menjadi jodohku. Aku bisa ikhlas sebagaimana aku bisa ikhlas menghadapi hidup ini. Aku akan tetap belajar dan belajar..Ibu juga menyampaikan, apapun itu sebagai ujian hidup, tidak selalu menyalahkan keadaan, belajarlah instrospeksi diri. Sudah pantaskah kita naik level jika ternyata keadaan kita hanya begini-begini saja.  “Lakukan 7 hal yang baik ini nak: tahajud, dhuha, dzikir, baca quran, sholat rawatib, tersenyum dan sedekah”. Seringlah tahajud nak, dalam kondisi malam, hatimu lebih jernih tidak kemrungsung. Dhuha akan membuat rezeki lancar dan sehat. Quran membuat hatimu terarah dan tidak kering, sholat rawatib membuat kamu lebih menghargai waktu, tersenyum dan sedekah membuat kamu bisa bergaul dengan mudah.”
Aku memang tidak menceritakan apa yang terjadi padaku, tetapi begitulah keajaiban cinta. Tak perlu disampaikan, orang yang mencintai kita akan tahu sendiri dan merasakannya. Terima kasih ibu bapak.

Kebumen, 27 Oktober 2012, masa-masa Liburan Idul Adha

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IELTS

Tes Bahasa Hingga Akademik

Review Kantong Asi Untuk Si Ade Zio