Antara Jakarta, Yogyakarta, dan Kebumen (Part 2)

Jumat, April 2012 
Pukul 5 pagi kami tiba di Brebes, bis berhenti dan macet luar biasa diakibatkan longsor. Sekitar jam setengah 6 aku mencari rumah penduduk untuk numpang pipis dan mengambil air wudhu, mengikuti jejak ibu2 di deretan bis. Aku sholat di bis karena tempat aku numpang pipis, rumahnya tidak memungkinkan untuk numpang sholat.Penumpang bis melakukan kegiatan beraneka rupa. Ada yang melihat lokasi longsor, ada yang sarapan, ada yang jalan2, ada yang tetap tidur di bis, ada yang menelepon. Dan aktivitas yang menyebalkan dan mau tidak mau aku mendengarkan adalah pertengkaran suami istri didepanku. Istrinya memaki2 suaminya dengan bahasa Inggris. Istrinya menggunakan gamis berjilbab besar, suaminya bule bertubuh tinggi besar seperti negro menggunakan baju koko. Sebalnya lagi, kata2 yang digunakan istrinya, mudah dan aku tahu artinya. Alamat sial namanya. Intinya istrinya menyalahkan suaminya atas kejadian ini andai dia tidak tidur kemalaman tentu dia bisa menyetir sendiri dan tidak akan terjadi hal ini. Dan suaminya tidak banyak bicara dan malah dia menanyakan “are you scare?”. Hehehhe.Owalah..Rasanya aku kurang setuju dengan tindakan mbak2 satu ini. Memarahi orang yang kita cintai di depan umum dengan suara keras. Padahal kita diajarkan untuk berkata lemah lembut. Tidak jaminan keimanan seseorang bergantung lebar jilbabnya melainkan ketaqwaannya.  Yah begitulah wanita.
Lain lagi dengan laki2 bertubuh gendut dengan perempuan yang gendut pula di deretan bangku nomor 2, dia menelepon keras2 di saat suasana sepi, dari suaranya sepertinya dia diselingkuhi. Sementara di sampingnya perempuan bergelayut manja senyum2. (versi ini dari bapak2 yang cerita karena aku tidak melihat gelayut dan senyum manja).
Aku memutuskan memberi kabar mbakku tentang kondisi yang aku alami, supaya dia tidak khawatir menunggu. Dan aku pastikan aku baik2 saja. Rasa sumpek menghantuiku, rasa kantuk telah hilang oleh siraman air wudhu, aku memutuskan keluar mencari udara pagi yang segar. Aku hanya berdiri di luar tanpa mengajak orang bercakap. Aku hanya mendengar. Ada dua tiga laki2 sebut saja B,C.D dan 1 kernet tengah asyik berbicara. B adalah bapak2 dan dulu dia sudah pernah mengalami kejadian ini. Dia dulu menempuh perjalanan ke purwokerto baru ke jogja. C adalah teman B dengan ongkos pas2an. D adalah cowo muda tampan setampan dan mirip putra nababan memakai kacamata, bawaannya 1 koper dan jaket. Hampir saja aku mau bilang “mase mirip putra nababan”, tapi takut masnya GR dan sepertinya tindakan stupid.
Sesekali bapak B bercerita tentang kondisi bis dan penumpang di Sumber Alam. Dia bercerita tentang perempuan gendut disamping bapak gendut nomor dua dari depan yang marah2 di telepon karena istrinya selingkuh sementara disampingnya ada perempuan bergelayut dan senyum manja.hihihi..bapaknya ini pengamat juga.Tiap perjalanan bapak gendut itu marah2 terus pada supir tapi supirnya tidak menanggapi.
Lokasi longsor ternyata jalan yang sudah langganan longsor jika hujan turun dan belum pernah mengalami perbaikan, alasannya jalannya tidak bisa diperbaiki. Dan sebalnya lagi kerusakan itu sudah 2 minggu mengalami kerusakan dan tiap hari bis mengalami hal yang sama tiap harinya, artinya menunggu sampai antrian yang tak jelas gilirannya karena nyaris berhenti. Akhirnya penumpang satu persatu meninggalkan bis. Lalu kenapa tidak ganti rute ternyata alasannya solarnya nambah bahkan tombok. Ah itu artinya jalan longsor jadi permainan. Kernet pun tidak mau disalahkan atas ini dan berdalih gajinya kecil.
Aku memutuskan memulai petualangan baru ke tempat yang sama sekali tak kutahui, bb lowbat dan mati. Aku menunggu kol (bis tanggung) jurusan tegal-purwokerto. Ada 2 pilihan naik ojek lebih cepat atau naik kol tapi luama luar biasa dan penuh umplek2an. Soal tarif sama saja 30rb. Padahal kata bapak B harga normal 10 rb. Aku meminta izin untuk ikut pada bapak B,C dan meminta izin pada kernet. Tak berapa lama mas D juga mengikuti kami. Ternyata tiap bis datang lama dan setelah ada selalu sudah penuh dan umplek2an. Rupanya bpk b dan C tidak tega melihat saya jika naik umplek2an. Setelah agak putus asa dan perasaan tidak enak pada para laki2 di samping saya. Saya mengungkapkan ide untuk menumpang naik mobil terbuka. Ide yang sangat katro dan ndeso. Tapi menurutku lebih baik daripada resiko dibawa kabur ojek ketempat yang tidak dikenal lebih baik mobil bak terbuka dan terlihat dari luar. Lagipula tidak ada orang yang kenal.
Ide itu diamini oleh kedua laki2 di sampingku. Sampai lewatlah kol dari arah Purwokerto ke tegal dengan penumpang kebanyakan pedangan. Timbul ide, lebih baik kita ikut bis itu sampai ke terminal tegal terus balik lagi tapi dapat tempat duduk. Lagi pula kasusnya akan sama saja jika tetap mengunggu kol disini, tentu akan umplek2an mengingat orang yang diangkut tidak seimbang dengan jumlah kol. Di tempat ini ada banyak bis beraneka rupa terjebak dalam antrian menunggu menyabrang longsoran. Sumber alam saja ada 4 bis belum yang lain dan truk.
Rupanya ide kami diikuti oleh penumpang lain, dan alhasil pedagang yang di dalam merasa terancam dan memutuskan untuk turun. Jumlah yang masuk jauh lebih banyak karena waktu yang singkat agak crowded, barang dagangan banyak yang masih tertinggal di dalam kol. Seketika kol terisi penuh dan umplek2an, di luar msh banyak orang yang belum terangkut. Beruntung aku, bapak B dan C mendapatkan tempat duduk dan nyaman. Tak berapa lama, si tampan putra nababan naik dan tidak mendapat bangku, mungkin dia kalah gesit. Dari sinilah banyak kelucuan yang muncul. Salah satu pedagang berteriak panik “kiye tahuku keri pir” berulang kali. Padahal sang supir sudah mendengar dan meminta untuk antret terlebih dahulu. Kata2 itu menjadi hiburan untuk kami penumpang, serasa mendengar curanmor. Apalagi logat mereka yang lucu untuk kami yang kebanyakan bukan orang tegal/brebes.
Sepanjang jalan sang supir juga membuat perut kami terkocok oleh tawa. Jalan yang kami lewati adalah jalan ndeso yang sempit, tanah dan berlumpur akibat tercampur hujan. Ada juga jalan yang kanan jurang kiri gunung. Kami selalu berhenti ketika ada simpangan kendaraan dari arah berlawanan. Kernet selalu menggunakan kata “prei” untuk menuntut supir ketika simpangan. Si Dnyeletuk “ya iya prei, kan tanggal merah” disusul gelak tawa penumpang lain. Ada juga ketika supir khawatir tergores karena kol mereka masih baru, penumpang malah ada yang nyeletuk “asuransi gampang”. Sang supir juga menjawab “mbahmu” dengan nada marah, diikuti gelak tawa penumpang dengan logat yang nyentrik.Si supir mulai heran mengapa setiap dia berkata bahkan marah malah orang 2 tertawa “wong lagi kesuh malah diguyu, kepriben sih”. Apapun yang dikatakan si supir memang lucu dan kebanyakan penumpang tertawa.
Sampai Bumiayu, jalan sudah bagus dan sampailah di terminal purwokerto.Aku mencari loket bis patas ac jurusan jogja. Tibalah aku di loket bis Efisiensi. Antrian agak panjang dan kebanyakan penumpang bis Sumber Alam yang bernasib sama denganku. Bapak B dan mas D memutuskan untuk membeli tiket Efisiensi seharga 40rb sementara mas C memilih naik bis ekonomi/biasa karena uang sakunya ngepas.
Bis yang akan kunaiki belum datang, aku menitipkan barang2 kepada mas D. Aku mau pipis dan membeli minum. Perutku berbunyi tanda minta diisi, aku akhirnya membeli mendoan kecil 3 buah seharga 2 ribu dan greentea 7rb. Alhamdulillah kenyang. Lapar atau tidak lapar perut harus diisi apalagi dalam perjalanan dan sendirian, harus dituntut sehat.
Bis Efisiensi datang pukul 9.30 aku mulai duduk, dan tak berapa lama bapak2 datang dan mengisi bangku kosong di sampingku. Subhanalloh, bapak yang sama yang berada di bis Sumber Alam. Bapak itu menyapaku dan agak kaget. Padahal kita sudah berpisah tetapi masih ketemu dan duduk sampingan lagi. Dari hasil obrolan, bapak itu naik bis jurusan Bumiayu, turun di pasar kemudian makan dan jalan2 di pasar, baru kemudian ke terminal Purwokerto dan memesan bis Efisiensi.
Sepanjang perjalanan, aku lebih banyak tidur. Bis berhenti di rest area Kutowinangun, Kebumen. Aku memutuskan pipis, mengambil air wudhu dan beli pop mie. Sambil menunggu popmie matang, aq pun sholat dhuhur di bis. Awalnya aku ingin sholat di masjid di rest area, lagipula rest area ini bersih, musholanya bersih dan nyaman akan tetapi waktu istirahat hanya 15 menit sepertinya tidak cukup. Seperti biasa aku pun memberitahu bapak kalau aku sholat. Setelah bis memasuki Wates, bapak itu menanyakan tempat tujuan ke jogja, aku menjawab “Kalasan”. Bapak itu menyarankan untuk aku turun di Ambar Ketawang kemudian itu shuttle bus arah bandara dan gratis. Aku pun menuruti saran bapak itu.
Aku turun di Ambar Ketawang masuk shuttle bus. Shuttle bus masih menunggu keberangkatan. Sambil menunggu aku menelepon mbakku menggunakan hp fren. Mbak menyarankan agar berhenti di Monjali, karena mbak tidak bisa menjemput di Ambar Ketawang. Dia sudah janjian akan munyi (menengok bayi) di perumahan daerah Condong Catur.
Aku turun di Monjali, menunggu mbakku datang, perutku pun mulai berbunyi, aku beli empek2 dan numpang duduk di depan tempat pemuatan kusen jati. Pemilik menyapa sebentar dan mempersilakan duduk.
Tak berapa lama mobil CRV mbak datang, aku naik mobil dan ikut mbak muyi, tapi aku tidak ikut turun. Aku menunggu kenaz, anak pertama mbakku yang sedang tidur di mobil. Takut kalau2 dia terbangun, sementara mbakku dan suaminya serta Kevin, anak kedua masuk ke rumah. Kuamati perumahan ini, perumahan ini tidak luas, semuanya dua lantai, dan hampir semua di luar pekarangannya terparkir mobil.Aku juga mengamati, bahwa tahun ini sangat menjamur perumahan2 di Yogyakarta lebih daripada tahun 2010 sewaktu aku lulus S2.
Masku datang lebih dulu, dia mulai bercerita bahwa “kemarin ada keluarga lik E (keluarga jauh dari budheku) yang menjodohkan kamu dengan mas F anaknya”. Entah, ada rasa kaget tapi tidak terlalu kaget, barangkali karena ini bukan pertama kali.Aku menanggapi masku dengan senyuman. Sampai mbakku datang dan kami diam “ada apa e?”tanya mbakku. Masku bilang “dak ada apa2”. Dan semua berlalu.

Kakak

Adik n Kakak
Aku sampai ke rumah mbakku di Kalasan. Kondisi rumah masih sama, perabotnya masih lengkap, hanya beberapa perabotan yang dibawa ke Surabaya. Televisi dll juga masih ada seperti layaknya rumah yang dihuni. Aku mandi, sholat, bermain dengan Z dan N. Kedua anak ini selalu menyukai mainan yang kubawa. Z menyukai Thomas, aku membelikan kereta Thomas, dan N terlihat happy dengan bunyi hewan2 dan piano. Kata mbak, N memang sudah lama menginginkan mainan itu, tapi belum dibelikan sama mbakku. Setelah magrib kita makan di luar, makan bakmi Jowo. 

Di rumah Mbahnya Z n N
Setelah makan bakmi Jowo, kami melanjutkan perjalanan ke rumah mbahnya Z di belakang candi Prambanan. Di rumah, sudah ada ibu. Kemudian ibu menelepon bapak dan G, si bungsu yang kebetulan sedang keluar. Ini namanya sekali dayung 1 sampai 3 pulau terlampaui. Silaturahmi dengan kel mbakku sekalian silaturahmi dengan kel G. Masku menasihati adiknya terkait perkembangan kuliah G di UMY. Sementara Z  sibuk gelendotan dengan mbah kakung. Dia minta dipijit di kamar om G dan minta ditemani aku juga. Terjadilah percakapan antara aku, bapak dan Z. Bapak menanyakan tentang kenaikan gaji PNS. Sebagai seorang pensiunan dia mengetahui perkembangan. Dia memberi nasihat agar senantiasa bersyukur atas rezeki yang kita terima, kenaikan gaji itu adalah rezeki. Berapapun harus disyukuri, dan pesannya jangan korupsi.Z lain lagi, dia mengomentari lukisan om G yang tidak mirip.hehheh anak2..Setelah pulang, Z meminta izin tidur denganku.”Bunda, aku tidur sama tante yah”.
Z belum mau tidur, dia asyik dengan game di bb ku, mungkin karena dia tidur siang dan agak lama. Dia tiba2 menanyakan padaku, “Tante punya Ipad?”
Aku: “Ndak Z”
Kenaz: “Kenapa?”
Aku : “Tante belum punya uang untuk beli”
Kenaz: “Tante jajan teyus ya?makanya kalau punya uang ditabung terus dikumpulin biar bisa beli Ipad. Dulu ade juga belum punya Ipad terus sekarang ade punya.
Aku lebih suka menjawab dengan senyuman.anak..anak
***



Komentar

Postingan populer dari blog ini

IELTS

Tes Bahasa Hingga Akademik

Review Kantong Asi Untuk Si Ade Zio