Antara Jakarta, Yogyakarta, dan Kebumen (Part 3)

Sabtu, April 2012
“Tante aku sumuk te”. Suara itu membangunkanku, memang AC yang tadinya nyala aku matikan. Aku nyalakan AC. Z kulihat tidur kembali tertidur pulas.
Adzan subhuh berkumandang, aku sholat subhuh, dan melihat celana Z basah oleh ompol dan dia tetap tidur pulas. Aku mandi, keramas dan berganti pakaian. Ketika aku sedang mengeringkan rambut di kamar Z, mbakku masuk.
“Rambutmu panjang yah?model emo kah itu?” tanyanya
“Mungkin, aku ga tahu namanya mbak, waton potong aja” jawabku sambil tersenyum.
“Wedew, poninya samaan sama aku poni lempar, dah kaya abege aja yak” candanya.
“Mbak kan juga masih abege, usia dibawah 30 kan masih abege.kikikik.” aku membalas.
“iya yah usiaku dah 27 tahun, dan dah punya anak dua  tapi tetep jadi abege.wkwkwkwk” katanya.
Aku mulai menyaputkan bedak di mukaku, mbak masih mengamati.
“Kamu nyuci sendiri apa laundry?”tanyanya.
“Kenapa mbak?Aku nyuci sendiri koq, dari dulu kan aku nyuci sendiri ga pernah laundry, kecuali waktu dulu kuliah double di swasta n negeri, itu krn sibuk” sambil mencoba berpikir. Mbakku adalah orang yang sangat teliti dan detail, barangkali krn mbakku juga sarjana Ekonomi yang biasa menghitung2.hehhehe.
“Kukumu panjang2 dan lebih lentik, kalau nyuci sendiri kan, kukumu gampang patah” penjelasan mbakku. Dalam hati, “busyet dah, soal detail dan teliti, mbakku emang jagonya, dia ngerti tabiatku, plus detail bagian tubuhku, dahsyat”
“Kenapa, heran yah, kayak km baru kenal mbakmu saja.hehheeh” dilanjutkan dengan tertawa bersama.
Mbakku berpendapat bahwa kalau kita sayang sama orang pasti ingatan tentang detail orang yang kita sayangi pastin kita tahu. Tidak perlu menghafal. Itu penting, jadi ketika ada tingkah suami, anak2 kita yang di luar kewajaran, kita sebagai perempuan/ ibu lebih peka.
Mbak kembali bertanya, “Kamu masih suka ke Natasya?atau pindah kemana?”Aku mencoba menebak pertanyaan selanjutnya, tapi kuurungkan, mencoba tetap menjawab.
“Engga mbak, ya cuman dulu aja pas kuliah, itupun sama kamu.Kenapa gitu?mau ngajakin?hehehh”
“Kulihat kulitmu lebih halus, apa mungkin kamu cocok tinggal di Jakarta, hehehe” jawabnya.
***
Kali ini mbakku sekeluarga mengajak kami ke pasar Kalasan, mengunjungi mbah putri Z yang berjualan soto di pasar Kalasan. Tentu saja kami sekaligus sarapan soto.hehhehe. Pasar Kalasan letaknya di depan persis candi Prambanan. Mbakku sangat familiar dengan tempat ini, selain itu mbak juga terkenal sebagai menantunya bu H, yang jualan soto. Soto bu H, mbah putri Z, terkenal enak di Pasar Kalasan. Aku membantu bu H dan aku menikmati. Terlintas dalam pikiran, mengapa aku selalu enjoy jika melayani pembeli, barangkali aku berbakat berjualan.hehheeh, seperti ketika aku melayani pembeli di rumah budeku di Bandung.
kakak n tante

ade pengen ikut

hi red

tante ga kompak nih tangannya
ade yg banyak gaya

pose ade

ade malu2 mpus

di foto susah bner de, gerak mulu

nunjuk yg cantik ya de?

Menjelang siang, dagangan ibu tinggal sedikit. Memang dagangan ibu selalu laris. Bakda dzuhur sudah habis dan siap berkemas. Kami pun berpamitan, pulang ke rumah mbak untuk packing kemudian melanjutkan perjalanan ke Ambarukmo Plaza (Amplaz). Di Amplaz aku mengikuti masku untuk mengupgrade 2 ipadnya di Emax dan kita makan di suki. Sebuah restoran Jepang yang menjual masakan dengan cara kita masak sendiri, ada kompor di atas meja. Pelayan membantu memasukkan bahan2, kita makan dengan cara mengambil seperti soup. Untuk minuman aku memesan pink lady, overall masakan enak. Seusai makan aku ingin membayar makanan ini. Jujur ada rasa malu tiap makan selalu  mbakku yang membayar. Mbakku menolak halus dan mengatakan, makanan yang dipesannya lebih banyak, kalau aku sendirian jadi ya mbak yang bayar.
kakak n ade di depan emax

angry birds
kakak sendirian
 
Ketika hendak pulang, mbakku mengajak ke sebuah toko yang menjual sandal dan sepatu. Mbak memilihkan sebuah sepatu dan berniat membelikan sepatu untukku. Entah apa mereknya aku lupa yang kuingat harganya 875ribu.Aku menolak secara halus. Mbak berkata “Mbak punya uang koq de, mbak belikan yah”. Aku menolak, aku malu sama mbak. Mbakku yang ibu rumah tangga mampu membelikan adiknya, sementara aku yang bekerja belum mampu membalas.
Mbak mengantarkanku ke terminal Giwangan dan memberikan uang dan oleh2 duku dan bakpia. Aku mencari bis Efisiensi, bedanya aku tidak harus membeli di loket tetapi langsung naik di bis membayar di bis. Hanya mengenai bangku depan diperuntukkan untuk penumpang di Ambar Ketawang.Bis berangkat pukul 3 transit di rest area Kutowinangun. Seperti biasa di rest area aku membeli mendoan 2 buah. Aku turun di PI (Pusaka Indah, swalayan dekat rumahku) dan memesan becak menuju rumah. Pukul setengah 8, aku sampai rumah di Kebumen.
Di rumah, disambut tawa I dan J, keponakanku. Aku sempatkan bermain dengan mereka sambil makan oleh2. Tiba2, budheku (yang kupanggil dengan ibu)  memulai pembicaraan denganku.
“De, tempatmu dari pancoran jauh ga?”
“Ya lumayan bu, tapi terjangkaulah, namanya juga Jakarta, yang bikin lama bukan jaraknya tapi macetnya.kenapa gitu bu?ada saudara tinggal disana?”tanyaku.
“Engga itu lho anaknya Lik E kerja di situ, kamu masih inget lik E kan? blab la” mencoba menjelaskan.
“Maksud ibu, mas F kan?” Aku sudah bisa menebak arah pembicaraan ibu.
“Ya kemaren nembung ke sini, nanyain kamu, udah ada yang punya atau belum” ibu mencoba menjelaskan.
“Ibu jawab, terserah anaknya kan bu?” jawabku mencoba menebak.
“Iya” ibu menjawab sambil tertawa.
Beruntungnya diriku mempunyai ibu yang memberi kebebasan untuk memilih. Entah ini kali keberapa ada orang menanyakan diriku. Dulu ada dari TNI, Kakeknya orang terpandang di desa kami. Ibu menjawab “kalau saya terserah anak, dia baru saja diterima kerja, mungkin masih ingin menikmati pekrjaan barunya, kalau mase sabar nunggu ya gak p2. Tapi lagi2 semua saya kembalikan ke anaknya”. Bahkan jauh sebelumnya, sewaktu ayahku meninggal, ada pula yang menanyakan diriku, barangkali ada dasar kasihan melihat aku yang yatim piatu, dan lagi2 ibu pun memberi pengertian halus bahwa aku masih ingin kuliah. Setelah TNI, ada orang yang mengutus suruhan untuk menanyakan juga. Ibu tidak terlalu tahu orang yang dimaksud, hanya orang suruhan ini dekat dengan keluarga kami, hitungannya masih saudara jauh. Kali ini mungkin ibu khususnya dan umumnya keluargaku mulai “terbiasa” menyikapi hal ini.
Yang paling tidak enak adalah ketika bu, sahabat masku, anak ibu yang kedua juga menanyakan pada masku tentang aku.Awal aku berkenalan dengan bu H adalah ketika masku piknik keluarga dengan teman2 kantor, termasuk Bu H ikut. Masku yang pada waktu itu pns termuda di kantor dan belum berkeluarga memilih mengajak aku adiknya. Sejak saat itulah, bu H mengamati perkembangan diriku secara langsung melalui masku.Waktu itu aku masih kuliah S2 sehingga masku punya alasan untuk menolaknya.
Aku kembali bertanya pada ibu untuk mencairkan suasana “emang dia kerja dimana bu?pancoran kan banyak gedung”
“Di BNP2TKI, gampange kae lho ngurusi TKI jare” Ibuku menjawab.
“Wah yo ditinggal2 menyang luar negeri terus mangke bu garwanipun” kataku.
“Iya yo, mungkin. Ibu yo ra ngerti je”. Kata ibuku.
“Aku juga kayaknya punya temen disitu terus dia sering keluar negeri, ke negara2 dengan TKI bermasalah, biar pancoran-pondok cabe jauh tapi mboten semanding garwa, melasi bu” aku mencoba menjelaskan.
“Berdoa diberi yang terbaik ya nduk, Allah lebih tahu yang terbaik untuk makhluknya” kata ibu menutup pembicaraan kami.
Aku pamit untuk tidur dengan I.

Minggu, April 2012
Pagi harinya sekitar pukul 6 pagi, aku membeli lanting, mengingat request teman2 di kantor, pergi ke penjahit untuk mengukur badan dan mampir sebentar di rumah mbah. Jam 7 aku berangkat ke stasiun Karanganyar untuk naik kereta Sawunggaling tujuan Jatinegara. Ada pemberitahuan keterlambatan kereta. Pukul setengah 9 kereta datang.
Di perjalanan aku sebangku dengan ibu2 . seperti biasa strategi berjalan. Aku mulai mengajak ngobrol/basa-basi. Ibu ini agak pendiam. Ibu ini asli Kuwarasan, dia bekerja di instansi pemerintah di Kalibata. Dia tinggal di Pekayon dekat Pasar Rebo. Dia sama dengan aku memutuskan turun di Jatinegara.Menjelang kereta hampir sampai, dia bertanya sebaliknya dan tiba2 dia terkejut ketika mendengar jawabku bahwa aku kuliah di UGM dan alumni SMA yang sama dengannya. Ternyata dia juga alumni UGM juga, pembicaraan yang tadinya standar terlihat ibu itu begitu antusias. Aneh, sedemikian bahagianya bertemu dengan alumnus dari PTN yang sama. Ternyata kesamaan PTN yang sama menimbulkan chemistry.hehheh. Itu sebuah teori yang premature, tapi biarlah. Bahkan, Jokowi, tokoh yang sempat aku kagumi juga ternyata alumni UGM.
Aku turun dari kereta, membeli popmie untuk mengganjal perut dan melanjutkan perjalanan ke Pondok cabe. Bahagianya perjalananku plus bonus cuapek.

Kebumen, Awal April 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IELTS

Tes Bahasa Hingga Akademik

Review Kantong Asi Untuk Si Ade Zio